Minggu, 11 Oktober 2009

Cerita sex dengan tante nita

Apa yang akan kuceritakan ini terjadi beberapa tahun yang lalu, sewaktu aku masih kuliah sebagai mahasiswa teknik di Bandung tahun 90-an. Kejadiannya sendiri akan kuceritakan apa adanya, tetapi nama-nama dan lokasi aku ubah untuk menghormati privasi mereka yang terlibat. Menginjak tahun kedua kuliah, aku bermaksud pindah tempat kos yang lebih baik. Ini biasa, mahasiswa tahun pertama pasti dapat tempat kos yang asal-asalan. Baru tahun berikutnya mereka bisa mendapat tempat kos yang lebih sesuai selera dan kebutuhan. 
Setelah “hunting” yang cukup melelahkan akhirnya aku mendapatkan tempat kos yang cukup nyaman di daerah Dago Utara. Untuk ukuran Bandung sekalipun, daerah ini termasuk sangat dingin apalagi di waktu malam. Kamar kosku berupa paviliun yang terpisah dari rumah utama. Ada dua kamar, yang bagian depan diisi oleh Sahat, mahasiswa kedokteran yang kutu buku dan rada cuek. Aku sendiri dapat yang bagian belakang, dekat dengan rumah utama. Bapak kosku, Om Rahmat adalah seorang dosen senior di beberapa perguruan tinggi. Istrinya, Tante Nita, wanita yang cukup menarik meskipun tidak terlalu cantik. Tingginya sekitar 163 cm dengan perawakan yang sedang, tidak kurus dan tidak gemuk. Untuk ukuran seorang wanita dengan 2 anak, tubuh Tante Nita cukup terawat dengan baik dan tampak awet muda meski sudah berusia di atas 40 tahun. Maklumlah, Tante Nita rajin ikut kelas aerobik. Kedua anak mereka kuliah di luar negeri dan hanya pulang pada akhir tahun ajaran. Karena kesibukannya sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi, Om Rahmat agak jarang di rumah. Tapi Tante Nita cukup ramah dan sering mengajak kami ngobrol pada saat-saat luang sehingga aku pribadi merasa betah tinggal di rumahnya. Mungkin karena Sahat agak cuek dan selalu sibuk dengan kuliahnya, Tante Nita akhirnya lebih akrab denganku. Aku sendiri sampai saat itu belum pernah berpikir untuk lebih jauh dari sekedar teman ngobrol dan curhat. Tapi rupanya tidak demikian dengan Tante Nita…. “Doni, kamu masih ada kuliah hari ini?”, tanya Tante Nita suatu hari. “Enggak tante…” “Kalau begitu bisa anterin tante ke aerobik?” “Oh, bisa tante…” Tante Nita tampak seksi dengan pakaian aerobiknya, lekuk-lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas. Kamipun meluncur menuju tempat aerobik dengan menggunakan mobil Kijang Putih milik Tante Nita. Di sepanjang jalan Tante Nita banyak mengeluh tentang Om Rahmat yang semakin jarang di rumah. “Om Rahmat itu egois dan gila kerja, padahal gajinya sudah lebih dari cukup tapi terus saja menerima ditawari jadi dosen tamu dimana-mana…” “Yach, sabar aja tante.. itu semua khan demi tante dan anak-anak juga,” kataku mencoba menghibur. “Ah..Doni, kalau orang sudah berumah tangga, kebutuhan itu bukan cuma materi, tapi juga yang lain. Dan itu yang sangat kurang tante dapatkan dari Om.” Tiba-tiba tangan Tante Nita menyentuh paha kiriku dengan lembut, “Biarpun begini, tante juga seorang wanita yang butuh belaian seorang laki-laki… tante masih butuh itu dan sayangnya Om kurang peduli.” Aku menoleh sejenak dan kulihat Tante Nita menatapku dengan tersenyum.

Tante Nita terus mengelus-elus pahaku di sepanjang perjalanan. Aku tidak berani bereaksi apa-apa kecuali, takut membuat Tante Nita tersinggung atau disangka kurang ajar. Keluar dari kelas aerobik sekitar jam 4 sore, Tante Nita tampak segar dan bersemangat. Tubuhnya yang lembab karena keringat membuatnya tampak lebih seksi. “Don, waktu latihan tadi tadi punggung tante agak terkilir… kamu bisa tolong pijitin tante khan?” katanya sambil menutup pintu mobil. “Iya… sedikit-sedikit bisa tante,” kataku sambil mengangguk. Aku mulai merasa Tante Nita menginginkan yang lebih jauh dari sekadar teman ngobrol dan curhat. Terus terang ini suatu pengalaman baru bagiku dan aku tidak tahu bagaimana harus menyikapinya. Sepanjang jalan pulang kami tidak banyak bicara, kami sibuk dengan pikiran dan khayalan masing-masing tentang apa yang mungkin terjadi nanti. Setelah sampai di rumah, Tante Nita langsung mengajakku ke kamarnya. Dikuncinya pintu kamar dan kemudian Tante Nita langsung mandi. Entah sengaja atau tidak, pintu kamar mandinya dibiarkan sedikit terbuka. Jelas Tante Nita sudah memberiku lampu kuning untuk melakukan apapun yang diinginkan seorang laki-laki pada wanita. Tetapi aku masih tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya terduduk diam di kursi meja rias. “Doni sayang… tolong ambilkan handuk dong…” nada suara Tante Nita mulai manja. Lalu kuambil handuk dari gantungan dan tanganku kusodorkan melalui pintu sambil berusaha untuk tidak melihat Tante Nita secara langsung. Sebenarnya ini tindakan bodoh, toh Tante Nita sendiri sudah memberi tanda lalu kenapa aku masih malu-malu? Aku betul-betul salah tingkah. Tidak berapa lama kemudian Tante Nita keluar dari kamar mandi dengan tubuh dililit handuk dari dada sampai paha. Baru kali ini aku melihat Tante Nita dalam keadaan seperti ini, aku mulai terangsang dan sedikit bengong. Tante Nita hanya tersenyum melihat tingkah lakuku yang serba kikuk melihat keadaannya. “Nah, sekarang kamu pijitin tante ya… ini pakai body-lotion…” katanya sambil berbaring tengkurap di tempat tidur. Dibukanya lilitan handuknya sehingga hanya tertinggal BH dan CD-nya saja. Aku mulai menuangkan body-lotion ke punggung Tante Nita dan mulai memijit daerah punggungnya. “Tante, bagian mana yang sakit…” tanyaku berlagak polos. “Semuanya sayang… semuanya… dari atas sampai ke bawah. Bagian depan juga sakit lho…nanti Doni pijit ya…” kata Tante Nita sambil tersenyum nakal. Aku terus memijit punggung Tante Nita, sementara itu aku merasakan penisku mulai membesar. Aku berpikir sekarang saatnya menanggapi ajakan Tante Nita dengan aktif. Seumur hidupku baru kali inilah aku berkesempatan menyetubuhi seorang wanita. Meskipun demikian dari film-film BF yang pernah kutonton sedikit banyak aku tahu apa yang harus kuperbuat… dan yang paling penting ikuti saja naluri… “Tante sayang…, tali BH-nya boleh kubuka?” kataku sambil mengelus pundaknya.

Tante Nita menatapku sambil tersenyum dan mengangguk. Aku tahu betul Tante Nita sama sekali tidak sakit ataupun cedera, acara pijat ini cuma sarana untuk mengajakku bercinta. Setelah tali BH-nya kubuka perlahan-lahan kuarahkan kedua tanganku ke-arah payudaranya. Dengan hati-hati kuremas-remas payudaranya… ahh lembut dan empuk. Tante Nita bereaksi, ia mulai terangsang dan pandangan matanya menatapku dengan sayu. Kualihkan tanganku ke bagian bawah, kuselipkan kedua tanganku ke dalam celana dalamnya sambil pelan-pelan kuremas kedua pantatnya selama beberapa saat. Tante Nita dengan pasrah membiarkan aku mengeksplorasi tubuhnya. Kini tanganku mulai berani menjelajahi juga bagian depannya sambil mengusap-usap daerah sekitar vaginanya dengan lembut. Jantungku brdebar kencang, inilah pertamakalinya aku menyentuh vagina wanita dewasa… Perlahan tapi pasti kupelorotkan celana dalam Tante Nita. Sekarang tubuh Tante Nita tertelungkup di tempat tidur tanpa selembar benangpun… sungguh suatu pemandangan yang indah. Aku kagum sekaligus terangsang. Ingin rasanya segera menancapkan batang kemaluanku ke dalam lubang kewanitaannya. Aku memejamkan mata dan mencoba bernafas perlahan untuk mengontrol emosiku. Seranganku berlanjut, kuselipkan tanganku diantara kedua pahanya dan kurasakan rambut kemaluannya yang cukup lebat. Jari tengahku mulai menjelajahi celah sempit dan basah yang ada di sana. Hangat sekali raanya. Kurasakan nafas Tante Nita mulai berat, tampaknya dia makin terangsang oleh perbuatanku. “Mmhh… Doni… kamu nakal ya…” katanya. “Tapi tante suka khan…?” “Mmhh.. terusin Don… terusin… tante suka sekali.” Jariku terus bergerilya di belahan vaginanya yang terasa lembut seperti sutra, dan akhirnya ujung jariku mulai menyentuh daging yang berbentuk bulat seperti kacang tapi kenyal seperti moci Cianjur. Itu klitoris Tante Nita. Dengan gerakan memutar yang lembut kupermainkan klitorisnya dengan jariku dan diapun mulai menggelinjang keenakan. Kurasakan tubuhnya sedikit bergetar tidak teratur. Sementara itu aku juga sudah semakin terangsang, dengan agak terburu-buru pakaiankupun kubuka satu-persatu hingga tidak ada selembar benangpun menutup tubuhku, sama seperti Tante Nita. Kukecup leher Tante Nita dan dengan perlahan kubalikkan tubuhnya. Sesaat kupandangi keindahan tubuhnya yang seksi. Payudaranya cukup berisi dan tampak kencang dengan putingnya yang berwarna kecoklatan memberi pesona keindahan tersendiri. Tubuhnya putih mulus dan nyaris tanpa lemak, sungguh-sungguh Tante Nita pandai merawat tubuhnya. Diantara kedua pahanya tampak bulu-bulu kemaluan yang agak basah, entah karena baru mandi atau karena cairan lain. Sementara itu belahan vaginanya samar-samar tampak di balik bulu-bulu tersebut. Aku tidak habis pikir bagaimana mungkin suaminya bisa sering meninggalkannya dan mengabaikan keindahan seperti ini. “Tante seksi sekali…” kataku terus terang memujinya. Kelihatan wajahnya langsung memerah. “Ah.. bisa aja kamu merayu tante… kamu juga seksi lho Don… lihat tuh burungmu sudah siap tempur… ayo jangan bengong gitu… terusin pijat seluruh badan tante….,” kata Tante Nita sambil tersenyum memperhatikan penisku yang sudah mengeras dan mendongak ke atas. Aku mulai menjilati payudara Tante Nita sementara itu tangan kananku perlahan-lahan mempermainkan vagina dan klitorisnya. Kujilati kedua bukit payudaranya dan sesekali kuhisap serta kuemut putingnya dengan lembut sambil kupermainkan dengan lidahku. Tante Nita tampak sangat menikmati permainan ini sementara tangannya meraba dan mempermainkan penisku. Aku ingin sekali menjilati kewanitaan Tante Nita seperti dalam adegan film BF yag pernah kutonton. Perlahan-lahan aku mengubah posisiku, sekarang aku berlutut di atas tempat tidur diantara kedua kaki Tante Nita. Dengan perlahan kubuka pahanya dan kulihat belahan vaginanya tampak merah dan basah.

Dengan kedua ibu jariku kubuka bibir vaginanya dan terlihatlah liang kewanitaan Tante Nita yang sudah menanti untuk dipuaskan, sementara itu klitorisnya tampak menyembul indah di bagian atas vaginanya. Tanpa menunggu komando aku langsung mengarahkan mulutku ke arah vagina Tante Nita. Kujilati bibir vaginanya dan kemudian kumasukkan lidahku ke liang vaginanya yang terasa lembut dan basah. “Mmhhh.. aahhh” desahan nikmat keluar dari mulut Tante Nita saat lidahku menjilati klitorisnya. Sesekali klitorisnya kuemut dengan kedua bibirku sambil kupermainkan dengan lidah. Aroma khas vagina wanita dan kehangatannya membuatku makin bersemangat, sementara itu Tante Nita terus mendesah-desah keenakan. Sesekali jari tanganku ikut membantu masuk ke dalam lubang vaginanya. “Aduuh.. Donii… enak sekali sayang… iya sayang… yang itu enak.. emmhh .. terus sayang… pelan-pelan sayang… iya… gitu sayang… terus.. aduuh.. aahh… mmhh..” katanya mencoba membimbingku sambil kedua tangannya terus menekan kepalaku ke selangkangannya. Tidak berapa lama kemudian pinggul Tante Nita mulai berkedut-kedut, gerakannya terasa makin bertenaga, lalu pinggulnya maju-mundur dan berputar-putar tak terkendali. Sementara itu kedua tangannya semakin keras mencengkeram rambutku. “Doni.. Tante mau keluaar… aah.. uuh..aahh…oooh…. adduuh… sayaaang… Doniiii…. terus jilat itu Don… teruus… aduuuh… aduuuh…tante keluaaar…” bersamaan dengan itu kepalaku dijepit oleh kedua pahanya sementara lidah dan bibirku terus terbenam menikmati kehangatan klitoris dan vaginanya yang tiba-tiba dibanjiri oleh cairan orgasmenya. Beberapa saat tubuh Tante Nita meregang dalam kenikmatan dan akhirnya terkulai lemas sambil matanya terpejam. Tampak bibir vaginanya yang merah merekah berdenyut-denyut dan basah penuh cairan. “Doni.. enak banget…. sudah lama tante nggak ngerasain yang seperti ini…” katanya perlahan sambil membuka mata. Aku langsung merebahkan diri di samping Tante Nita, kubelai rambut Tante Nita lalu bibir kami beradu dalam percumbuan yang penuh nafsu. Kedua lidah kami saling melilit, perlahan-lahan tanganku meraba dan mempermainkan pentil dan payudaranya. Tidak berapa lama kemudian tampaknya Tante Nita sudah mulai naik lagi. Nafasnya mulai memburu dan tangannya meraba-raba penisku dan meremas-remas kedua buah bola pingpongku. “Doni sayang… sekarang gantian tante yang bikin kamu puas ya…” katanya sambil mengarahkan kepalanya ke arah selangkanganku. Tidak berapa lama kemudian Tante Nita mulai menjilati penisku, mulai dari arah pangkal kemudian perlahan-lahan sampai ke ujung. Dipermainkannya kepala penisku dengan lidahnya. Wow.. nikmat sekali rasanya… tanpa sadar aku mulai melenguh-lenguh keenakan. Kemudian seluruh penisku dimasukkan ke dalam mulutnya. Tante Nita mengemut dan sekaligus mempermainkan batang kemaluanku dengan lidahnya. Kadang dihisapnya penisku kuat-kuat sehingga tampak pipinya cekung. Kurasakan permainan oral Tante Nita sungguh luar biasa, sementara dia mengulum penisku dengan penuh nafsu seluruh tubuhku mulai bergetar menahan nikmat. Aku merasakan penisku mengeras dan membesar lebih dari biasanya, aku ingin mengeluarkan seluruh isinya ke dalam vagina Tante Nita. Aku sangat ingin merasakan nikmatnya vagina seorang wanita untuk pertama kali…. “Tante… Doni pengen masukin ke punya tante… ” kataku sambil mencoba melepaskan penisku dari mulutnya. Tante Nita mengangguk setuju, lalu ia membiarkan penisku keluar dari mulutnya. “Terserah Doni sayang… keluarin aja semua isinya ke dalam veggie tante… tante juga udah pengen banget ngerasain punya kamu di dalam sini….” Perlahan kurebahkan Tante Nita disebelahku, Tante Nita langsung membuka kedua pahanya mempersilahkan penisku masuk. Samar-samar kulihat belahan vaginanya yang merah.

Dengan perlahan kubuka belahan vaginanya dan tampaklah lubang vagina Tante Nita yang begitu indah dan menggugah birahi dan membuat jantungku berdetak keras. Aku takut kehilangan kontrol melihat pemandangan yang baru pertama kali aku alami, aku berusaha keras mengatur nafasku supaya tidak terlarut dalam nafsu…. Perlahan-lahan kupermainkan klitorisnya dengan jempol sementara jari tengahku masuk ke lubang vaginanya. Tidak berapa lama kemudian Tante Nita mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, “Doni sayang.. masukin punyamu sekarang, tante udah siap…” Kuarahkan penisku yang sudah mengeras ke lubang vaginanya, aku sudah begitu bernafsu ingin segera menghujamkan batang penisku ke dalam vagina Tante Nita yang hangat. Tapi mungkin karena ini pengalaman pertamaku aku agak kesulitan untuk memasukkan penisku. Rupanya Tante Nita menyadari kesulitanku. Dia memandangku dengan tersenyum….. “Ini pengalaman pertama ya Don….” “Iya tante….” jawabku malu-malu. “Tenang aja… nggak usah buru-buru… tante bantu…” katanya sambil memegang penisku. Diarahkannya kepala penisku ke dalam lubang vaginanya sambil tangan yang lain membuka bibir vaginanya, lalu dengan sedikit dorongan ke depan…masuklah kepala penisku ke dalam vaginanya. Rasanya hangat dan basah…. sensasinya sungguh luar biasa. Akhirnya perlahan tapi pasti kubenamkan seluruh penisku ke dalam vagina Tante Nita, aah.. nikmatnya. “Aaahh…Donii.. eemh…” Tante Nita berbisik perlahan, dia juga merasakan kenikmatan yang sama. Sekalipun sudah diatas 40 tahun vagina Tante Nita masih terasa sempit, dinding-dindingnya terasa kuat mencengkeram penisku. Aku merasakan vaginanya seperti meremas penisku dengan gerakan yang berirama. Luar biasa nikmat rasanya…. Perlahan kugerakkan pinggulku turun naik, Tante Nita juga tidak mau kalah, pinggulnya bergerak turun naik mengimbangi gerakanku. Tangannya mencengkeram erat punggungku dan tanganku membelai rambutnya sambil meremas-remas payudaranya yang empuk. Sementara itu bibir kami berpagutan dengan liar…. Baru beberapa menit saja aku sudah mulai merasa seluruh tubuhku bergetar dijalari sensasi nikmat yang luar biasa… maklumlah ini pengalaman pertamaku… kelihatannya tidak lama lagi aku akan mencapai puncak orgasme. “Tante…Doni sudah hampir keluar…. aaah…uuh…” kataku berusaha keras menahan diri. “Terusin aja Don… kita barengan yaa…. tante juga udah mau keluar… aahh… Doni… tusuk yang kuat Don… tusuk sampai ujung sayang… mmhh….” Kata-kata Tante Nita membuatku makin bernafsu dan aku menghujamkan penisku berkali-kali dengan kuat dan cepat ke dalam vaginanya. “Aduuh…Doni udah nggak tahan lagi…” aku benar-benar sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi, pantatku bergerak turun naik makin cepat dan penisku terasa membesar dan berdenyut-denyut bersiap mencapai puncak di dalam vagina Tante Nita. Sementara itu Tante Nita juga hampir mencapai orgasmenya yang kedua. “Ayoo Don… tante juga mau…ahhhh…ahhh kamu ganas sekali……. aaaahhh…. Doniii…. sekarang Don…. keluarin sekarang Don… tante udah nggak tahan…mmmhhh”. Tante Nita juga mulai kehilangan kontrol, kedua kakinya dijepitkan melingkari pinggulku dan tangannya mencengkeram keras punggungku.

Dan kemudian aku melancarkan sebuah tusukan akhir yang maha dahsyat… “Tante…aaaa…aaaagh….Doni keluaaaar…..aagh..” aku mendesah sambil memuncratkan seluruh spermaku ke dalam liang kenikmatan Tante Nita. Bersamaan dengan itu Tante Nitapun mengalami puncak orgasmenya, “Doniii…. aduuuh……tante jugaa….aaaah… I’m cumming honey… aaaahh…..aah….” Kami berpelukan lama sekali sementara penisku masih tertanam dengan kuat di dalam vagina Tante Nita. Ini sungguh pengalaman pertamaku yang luar biasa…. aku betul-betul ingin meresapi sisa-sisa kenikmatan persetubuhan yang indah ini. Akhirnya aku mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, seluruh persendianku terasa lepas dari tempatnya. Kulepaskan pelukanku dan perlahan-lahan kutarik penisku yang mulai sedikit melemah karena kehabisan energi. Lalu aku terbaring lemas di sebelah Tante Nita yang juga tergolek lemas dengan mata masih terpejam dan bibir bawahnya sedikit digigit. Kulihat dari celah vaginanya cairan spermaku meleleh melewati sela-sela pahanya. Rupanya cukup banyak juga spermaku muntah di dalam Tante Nita. Tak lama kemudian Tante Nita membuka matanya dan tersenyum padaku, “Gimana sayang…enak?” katanya sambil menyeka sisa spermaku dengan handuk. Aku hanya mengangguk sambil mengecup bibirnya. “Tante nggak nyangka kalau kamu ternyata baru pertama kali “making-love”. Soalnya waktu “fore-play” tadi nggak kelihatan, baru waktu mau masukin penis tante tahu kalau kamu belum pengalaman. By the way, Tante senang sekali bisa dapat perjaka ting-ting seperti kamu. Tante betul-betul menikmati permainan ini. Kapan-kapan kalau ada kesempatan kita main lagi mau Don…?” Aku hanya diam tersenyum, betapa tololnya kalau aku jawab tidak. Tante Nita membaringkan kepalanya di dadaku, kami terdiam menikmati perasaan kami masing-masing selama beberapa saat. Tapi tidak sampai 5 menit, energiku mulai kembali. Tubuh wanita matang yang bugil dan tergolek dipelukanku membuat aku kembali terangsang, perlahan-lahan penisku mulai membesar. Tangan kananku kembali meraba payudara Tante Nita dan membelainya perlahan. Dia memandangku dan tersenyum, tangannya meraih penisku yang sudah kembali membesar sempurna dan digenggamnya erat-erat. “Sudah siap lagi sayang…? Sekarang tante mau di atas ya…?” katanya sambil mengangkangi aku. Dibimbingnya penisku ke arah lubang vaginanya yang masih basah oleh spermaku. Kali ini dengan lancar penisku langsung meluncur masuk ke dalam vagina Tante Nita yang sudah sangat basah dan licin. Kini Tante Nita duduk diatas badanku dengan penisku terbenam dalam-dalam di vaginanya. Tangannya mencengkeram lenganku dan kepalanya menengadah ke atas dengan mata terpejam menahan nikmat. “Aahh…Doni… penismu sampai ke ujung… uuh…. mmhh… aahhh” katanya mendesah-desah. Gerakan Tante Nita perlahan tapi penuh energi, setiap dorongannya selalu dilakukan dengan penuh energi sehingga membuat penisku terasa masuk begitu dalam di liang vaginanya. Pantat Tante Nita terus bergerak naik turun dan berputar-putar, kadang-kadang diangkatnya cukup tinggi sehingga penisku hampir terlepas lalu dibenamkan lagi dengan kuat. Sementara itu aku menikmati goyangan payudaranya yang terombang-ambing naik-turun mengikuti irama gerakan binal Tante Nita. Kuremas-remas payudaranya dan kupermainkan pentilnya sehingga membuat Tante Nita makin bergairah.

Gerakan Tante Nita makin lama makin kuat dan dia betul-betul melupakan statusnya sebagai seorang istri dosen yang terhormat. Saat itu dia menampilkan dirinya yang sesungguhnya dan apa adanya… seorang wanita yang sedang dalam puncak birahi dan haus akan kenikmatan. Akhirnya gerakan kami mulai makin liar dan tak terkontrol… “Doni… tante sudah mau keluar lagi…. aaah… mmmhh.. uuuughhh…” “Ayoo tante… Doni juga udah nggak tahan…” Akhirnya dengan sebuah sentakan yang kuat Tante Nita menekan seluruh berat badannya ke bawah dan penisku tertancap jauh ke dalam liang vaginanya sambil memuncratkan seluruh muatan… Tangan Tante Nita mencengkeram keras dadaku, badannya melengkung kaku dan mulutnya terbuka dengan gigi yang terkatup rapat serta matanya terpejam menahan nikmat. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Nita merebahkan tubuhnya di atasku, kami berdua terkulai lemas kelelahan. Malam itu untuk pertama kalinya aku tidur di dalam kamar Tante Nita karena dia tidak mengijinkan aku kembali ke kamar. Kami tidur berdekapan tanpa sehelai busanapun. Pagi harinya kami kembali melakukan persetubuhan dengan liar… Tante Nita seolah-olah ingin memuaskan seluruh kerinduannya akan kenikmatan yang jarang didapat dari suaminya. Semenjak saat itu kami sering sekali melakukannya dalam berbagai kesempatan. Kadang di kamarku, kadang di kamar Tante Nita, atau sesekali kami ganti suasana dengan menyewa kamar hotel di daerah Lembang untuk kencan short-time. Kalau aku sedang “horny” dan ada kesempatan, aku mendatangi Tante Nita dan mengelus pantatnya atau mencium lehernya. Kalau OK Tante Nita pasti langsung menggandeng tanganku dan mengajakku masuk ke kamar. Sebaliknya kalau Tante Nita yang “horny”, dia tidak sungkan-sungkan datang ke kamarku dan langsung menciumi aku untuk mengajakku bercinta. Semenjak berhasil merenggut keperjakaanku Tante Nita tidak lagi cemberut dan uring-uringan kalau Om Rahmat pergi tugas mengajar ke luar kota. Malah kelihatannya Tante Nita justru mengharapkan Om Rahmat sering-sering tugas di luar kota karena dengan demikian dia bisa bebas bersamaku.

Dan akupun juga semakin betah tinggal di rumah Tante Nita. Pernah suatu malam setelah Om Rahmat berangkat keluar kota, Tante Nita masuk ke kamarku dengan mengenakan daster. Dipeluknya aku dari belakang dan tangannya langsung menggerayangi selangkanganku. Aku menyambut dengan mencumbu bibirnya dan membaringkannya di tempat tidur. Saat kuraba payudaranya ternyata Tante Nita sudah tidak memakai BH, dan ketika kuangkat dasternya ternyata dia juga tidak memakai celana dalam lagi. Bibir vaginanya tampak merah dan bulu-bulunya basah oleh lendir. Samar-samar kulihat sisa-sisa lelehan sperma dengan baunya yang khas masih tampak disana, rupanya Tante Nita baru saja bertempur dengan suaminya dan Tante Nita belum merasa puas. Langsung saja kubuka celanaku dan penis yang sudah mengeras langsung menyembul menantang minta dimasukkan ke dalam liang kenikmatan. Tante Nita menanggapi tantangan penisku dengan mengangkangkan kakinya. Ia langsung membuka bibir vaginanya dengan kedua tangannya sehingga tampaklah belahan lubang vaginanya yang merekah merah. “Masukin punyamu sekarang ke lubang tante sayang…..” katanya dengan nafas yang berat dan mata sayu. Karena aku rasa Tante Nita sudah sangat “horny”, tanpa banyak basa-basi dan “foreplay” lagi aku langsung menancapkan batang penisku ke dalam vagina Tante Nita dan kami bergumul dengan liar selama hampir 5 jam! Kami bersetubuh dengan berbagai macam gaya, aku diatas, Tante Nita diatas, doggy-style, gaya 69, kadang sambil berdiri dengan satu kaki di atas tempat tidur, lalu duduk berhadapan di pinggir ranjang, atau berganti posisi dengan Tante Nita membelakangi aku, sesekali kami melakukan di atas meja belajarku dengan kedua kaki Tante Nita diangkat dan dibuka lebar-lebar, dan masih banyak lagi. Aku tidak ingat apa masih ada gaya persetubuhan yang belum kami lakukan malam itu. Dinginnya hawa Dago Utara di waktu malam tidak lagi kami rasakan, yang ada hanya kehangatan yang menggetarkan dua insan dan membuat kami basah oleh keringat yang mengucur deras. Begitu liarnya persetubuhan kami sampai-sampai aku mengalami empat kali orgasme yang begitu menguras energi dan Tante Nita entah berapa kali. Yang jelas setelah selesai, Tante Nita hampir tidak bisa bangun dari tempat tidurku karena kakinya lemas dan gemetaran sementara vaginanya begitu basah oleh lendir dan sangat merah. Seingatku itulah malam paling liar diantara malam-malam liar lain yang pernah kulalui bersama Tante Nita. Petualanganku dengan Tante Nita berjalan cukup lama, 2 tahun, sampai akhirnya kami merasa Om Rahmat mulai curiga dengan perselingkuhan kami. Sebagai jalan terbaik aku memutuskan untuk pindah kos sebelum keadaan menjadi buruk. Tetapi meskipun demikian, kami masih tetap saling bertemu paling sedikit sebulan sekali untuk melepas rindu dan nafsu. Hal ini berjalan terus sampai aku lulus kuliah dan kembali ke Jakarta. Bahkan sekarang setelah aku beristri, kalau sedang mendapat tugas ke Bandung aku masih menyempatkan diri menemui Tante Nita yang nafsu dan gairahnya seolah tidak pernah berkurang oleh umurnya yang kini sudah kepala lima.

Cerita Sex Suasana Gelap di Perkemahan

Cerita sex atau cerita dewasa kali ini tentang pengalamanku dengan vita dan teman-teman pada saat kami melakukan acara kemah, tidak kusangka pada malam itu pada saat kami tidur tanpa di ketahui oleh teman-teman yang lain kami melakukan adegan sex padahal teman-teman berada di sampingku. Simak kelanjutan cerita seru berikut ini.

Pada waktu kemping di pegunungan dieng tahun 1998, ada dua kemah untuk tidur kami berdua. Kemah satu untuk cowok yang berjumlah 4 orang dan lainnya untuk gadis yang berjumlah 4 orang. Pada suatu malam, kemah tempat gadis kebanjiran karena hujan yang besar tidak bisa tertampung di saluran yang mengelilingi kemah itu. Tentu saja mereka kalang kabut ditengah tidur lelap kami. Tentu saja kami jadi ikut terbangun dengan kegaduhan suara cewek-cewek itu.

Yang dituju pertama untuk melindungi diri dari hujan deras tentu kemah kami para cowok. Kami sepakat untuk malam ini kami tidur masal. Walaupun cukup sempit tetapi masih cukuplah kami tidur berhimpit-himpitan. Setelah diatur, maka muatlah ketujuh orang itu dengan posisi tidur, dengan catatan tidak boleh bergerak yang memang tidak bisa bergerak karena sempitnya. Vita, memilih tidur di dekatku, karena ia kebagian di tempat paling pinggir terkena kain kemah yang menggantung dan basah. Sementara aku sendiri berada di pinggir juga. Ia membisikkan sesuatu kepadaku, «Jangan macam-macam..» Tetapi hal ini justru kutafsirkan suatu tantangan untuk memulai suatu gerilya.

Setelah lentera padam, yang ada hanya gelap gulita. Teman-teman yang lain tampaknya sudah tertidur. Vita memiringkan badannya sehingga menghadapku, sedangkan kakinya menindih pahaku. Nafas ringannya terasa di pundakku. Mataku terus melotot di dalam kegelapan, lalu timbul niat isengku. Pelan-pelan tangan kiriku kuangkat dan kutindihkan pada pinggulnya, sedangkan siku kuletakkan sedemikian rupa sehingga hampir menyentuh payudaranya. Sehingga apabila Vita bergerak sedikit saja payudaranya akan tersenggol oleh lenganku. Aku menanti dengan hati berdebar-debar. Sementara tidur Vita nampaknya makin pulas. Aku menjadi kurang sabar, kugeser sedikit sikuku agar menyentuh payudaranya. Oh, rupanya payudaranya dilindungi oleh kedua tangannya. Usahaku sia-sia. Aku putar otak mencari posisi yang menguntungkan.

Selagi aku hampir kehabisan akal mencari strategi, tiba-tiba Vita bergerak, mengambil lenganku dan menariknya ke dalam pelukannya. Dalam keadaan yang gelap gulita aku memang merasa menyenggol benda yang halus. Tapi aku tidak tahu benar bagian tubuh mana itu, perut apa dada. Walaupun demikian cukuplah untuk pemanasan, pikirku. Senjataku yang sejak siang tadi mengkerut kedinginan mulai bangun. Sebelum besar benar, kubetulkan posisi kemaluanku agar bisa mengembang dengan sempurna tanpa ada bulu yang tertarik oleh tegangnya kemaluanku. Gerakanku agaknya membuat Vita semakin mendekapkan tanganku ke dalam pelukannya, entah secara refleks atau apa aku tak tahu. Sebelah kaki yang menindihku dinaikkan lebih ke atas sehingga nyaris menimpa kemaluanku.

Lenganku masih dalam pelukannya. Tapi jari-jariku masih bebas, aku berusaha meraih apa saja yang ada di dekatnya, tetapi sia-sia. Gerakan-gerakan kecil kemaluanku pasti terasa juga oleh Vita, seandainya ia tidak tidur. Kembali Vita lebih memeluk tanganku dan ditekankannya ke dadaku. Kini aku merasakan lembut dan hangatnya bukit kembar Vita yang terbungkus jaket tebalnya. Dalam gerakan itu kuberanikan diri memegang pangkal pahanya. Vita hanya menggeliat dan menaikkan kakinya sehingga menindih kemaluanku. Aduh, enak sekali. Burungku semakin menggeliat dan bergerak-gerak. Oleh gerakan-gerakan itu diangkatnya kaki Vita, kemudian diletakkan lagi pada tempat yang sama. Nah, di sinilah aku baru merasa bahwa Vita masih belum tidur dan semua gerakannya masih dilakukan dalam keadaan sadar.

Sebelah tanganku yang didekap kugeser-geser mencari sasaran, yang kutuju adalah kemaluannya. Namun sebelum sampai pada sasaran dicubitnya dengan pelan. Aku dan Vita tidak berani saling bersuara. Cubitan halus ini tidak menyurutkan niatku, dengan agak memaksakan diri akhirnya sampailah telapak tanganku bersandar di selangkangannya. Setiba di daerah itu tanganku justru dijepit oleh kedua kakinya. Kamaluannya yang empuk kurasakan meskipun masih tertutup Jeans. Namun oleh jepitan kakinya yang kencang aku tidak bisa berbuat banyak. Namum sebelah tanganku masih bebas leluasa, dengan gerakan yang super hati-hati takut Vita kaget dan membangunkan teman di sebelahnya. Tanganku mulai menerobos double cover-nya. Vita merenggangkan kedua tangannya yang membentuk double cover itu. Dan mendaratlah tanganku di atas payudaranya. Kuelus-elus dan kuremas-remas, membuatnya keenakan.

Setelah beberapa lama aku mengarahkan tanganku untuk mengelus perutnya yang mudah disingkapkan. Pelan-pelan kuselipkan ke bagian dadanya. Akhirnya sampai juga ke arah BH-nya. BH yang terbuat dari nilon halus itu memang lebih nikmat rasanya untuk diremas-remas. Tetapi dasar pikiran yang sudah kotor, maka kucari pengait BH yang ada di punggungnya. Aku agak kesulitan membuka pengait itu. Vita dengan gerakan yang pelan membantunya. Dan, lepaslah pengait itu, membuat buah dadanya sangat mudah untuk disentuh secara langsung kulitnya. Ada rasa hangat, ada rasa lembut, ada rasa nikmat dan ada getaran aneh yang menjadikan kemaluanku, yang tanpa kuduga sudah ada di genggaman Vita, semakin besar.

Aku remas-remas kekenyalan payudaranya, kupencet-pencet putingnya menjadikan nafas Vita semakin memburu. Akhirnya untuk lebih memberikan ruang gerakku, dia mengambil posisi terlentang. Kini tanganku dengan bebas mempermainkan payudaranya yang sudah tidak terlindungi lagi oleh jaketnya, tetapi masih dalam selimut tebalnya. Sekali-kali ada kilat, dan kulihat wajah Vita yang polos kelihatan setengah merem menikmati permainan itu.

Kepalaku menerobos masuk ke dalam selimutnya. Kuciumi kulit payudaranya yang mulus, tidak ketinggalan putingnya yang kecil itu. Membuat nafasnya makin naik turun saja. Sementara tanganku menggosok-gosok kemaluannya. Dia setuju saja, hal ini terbukti dengan lebih mengangkangkan kedua kakinya. Setelah kubuka reitsleting, kupelorotkan ke bawah sekalian dengan celana dalamnya. Dengan demikian kemaluannya yang ditumbuhi rambut tipisnya sudah basah oleh lendir karena kuusap-usap dengan halus.

Begitu kumasukkan sebuah jari tengahku ke dalam liang vaginanya, terasa sempit, dan berdenyut-denyut. Wah, aku sudah tidak tahan lagi. Apalagi tangan Vita sudah menerobos masuk ke dalam celana training-ku yang longgar. Mengocok-ngocok dengan halus. Aku agak kesulitan melepas celana jeans dan celana dalamnya, namun Vita membantunya diangkatnya pinggulnya tinggi-tinggi sambil memelorotkan celananya. Sementara teman-teman lain tertidur, kutindih dia, kuarahkan kemaluanku ke arah kemaluannya. Kupelorotkan celanaku sampai ke lutut. Aku mengambil posisi di atasnya, sambil kubetulkan selimut di punggungku. Ia bimbing kemaluanku ke arah lubang yang benar lalu, «Bless…» batang kenikmatanku menerobos masuk dalam kehormatannya yang sangat disembunyikan itu.

Kupompa beberapa kali kemaluanku ke dalam kemaluannya yang sempit, terasa dinding vaginanya bergetar menjadikan kemaluanku makin nikmat, kupercepat gerakanku, sampai akhirnya sampailah perasaan yang sulit dirasakan, tubuhku menegang perasaan nikmat, setengah ngilu berada di ujung kemaluanku dan menjalar ke pinggul lalu ke seluruh tubuh. Sepersekian detik menjelang keluar spermaku, sekilas kuingat sesuatu, dan kucabut penisku dari rahimnya. Sehingga muncratlah spermaku ke atas perutnya, kugesek-gesekkan ke perutnya yang mulus. Ada beberapa kali semprotan sebelum habis sama sekali. Sejenak kunikmati perasaan yang sangat indah ini, sampai kudengar suara batuk di tengah kegelapan. Aku agak terkejut dan segera kembali pura-pura tidur di sebelah Vita dengan manisnya. Kudengar Vita tertawa namun ditahan. Ia pegang kemaluanku yang sudah mulai lemas dan mencium pipiku. Lalu memungut pakaiannya dan memakainya lagi.

Paginya sesuai rencana kami bersiap-siap untuk pulang, Vita bersikap seperti biasa terhadapku. Seperti tidak ada apa-apa semalam. Aku juga demikian.

Sejak kejadian itu, aku dan Vita sangat erat, saling curhat. Kadang-kadang melakukan hubungan suami isteri. Namun demikian kami belum memproklamirkannya sebagai pacar. Kadang hubungan dilakukan di rumahku ketika sedang sepi, atau di tempat kost-nya. Karena kami kebetulan sibuk dalam dalam kepengurusan organisasi mahasiswa di suatu tempat, maka sangat lazim untuk bersama-sama setiap saat. Aku masih belum menganggapnya sebagai pacar karena type orangnya yang egois dan kasar. Sedangkan dalam pengamatanku, agaknya ia suka yang culun dan penurut. Hubungan kami hanya organisasi dan seks.

Mengenai kegemaran Vita dibidang seks, ia sangat agresif kadang-kadang meskipun aku sudah keluar, seandainya ia belum mencapai orgasme maka ia dengan sangat agresif melakukan segala sesuatu. Untuk membuat barangku berdiri lagi.

Dalam melakukan hubungan intim, kami sudah sangat bervariasi, dari mulai blow job sebagai pemanasan, dogy style, 69 dan lain-lain. Pokoknya semuanya dicoba. Segala lubang sudah kumasuki termasuk lubang duburnya.

Agak susah juga merayu untuk ditembak bagian belakang. Dengan alasan ia belum orgasme. Pada suatu ketika aku sangat menggebu-gebu dan bernafsu, sudah tiga kali ia klimaks besar (orgasme yang panjang), sampai tubuhnya lemas. Dan barangnya sudah tidak bisa mencengkeram lagi. Aku sampai kehabisan gaya, akhirnya ketika ia tengkurap mula-mula kutembak kemaluannya dari belakang. Tetap saja belum keluar, sedangkan ia sudah kecapaian. Akhirnya kugosok-gosokkan diantara lipatan bokongnya, agak enak juga. Setelah kering kugosok-gosokkan, kumasukkan lagi ke dalam vaginanya yang basah sebagai pelumas. Begitu kutempelkan pada lipatan bokongnya itu tampak ada denyutan tepat di ujung kemaluanku. Pelan-pelan kusodok sedikit, ternyata masuk walaupun sempit sekali. Ia mau bangkit dan menolak, tetapi kutekan terus akhirnya karena ia mungkin sedang kecapaian apa mungkin merasakan nikmat. Akhirnya ia diam saja. Mulanya hanya kepala saja yang bisa masuk, tetapi karena panasnya daerah itu dan remasannya yang sangat kuat tidak ada dua menit aku pun keluar.

Lama-lama ia agak terbiasa dengan tembakan belakang melalui anus, dengan syarat ia sudah terpuaskan dulu. Namun sampai sekarang ia tetap tidak suka dengan permainan itu. Ketika membicarakan seks secara serius ia selalu menghindar ketika menyinggung soal lubang anusnya.Jujur saja, hubungan aneh ini berlangsung sampai kini. Ia bekerja dan sudah punya pacar, tetapi ia mengakui berlagak alim dengan pacarnya karena pacarnya sangat sopan. Lucunya kalau ia terangsang dengan pacarnya dia bisa tahan, karena berlagak alim tersebut. Tetapi begitu pacarnya pulang ia segara menelepon aku. Aku sendiri sudah punya pacar, aku masih berusaha merayunya untuk bisa disetubuhi. Biar aku telah meyakinkan bahwa akan aku keluarkan di luar. Begitulah kisah nyataku bersama Vita.

Kisah Seorang Guru menjadi pelacur

Cerita sex atau cerita dewasa kali ini tentang kisah seorang juni rosa (bukan nama sebenarnya yang berprofesi sebagai guru namun akhirnya menjadi seorang pelacur profesional dengan bayaran 1.5 juta awalnya ingin balas dendam kepada suaminya yang senang mencari pelacur.

Rosa telah menikah dengan pria bernama Suhendra yang pekerjaannya adalah teknisi di pengeboran minyak lepas pantai milik perusahaan asing yang hanya bisa pulang 5-6 bulan sekali.

Rosa bertekad memulai profesinya sebagai High Class Call Girl saat ia tahu melihat bukti bahwa suaminya main belakang, selama bekerja di lepas pantai Suhendra suka membawa gadis-gadis nakal. Hal ini ia ketahui dari teman suaminya yang mempunyai dendam terhadapa suaminya, teman suaminya itu menunjukan beberapa foto hasil jepretannya sendiri yang berisikan foto suaminya sedang memluk dan mencium mesra gadis-gadis nakal.

Rosa memulai kariernya di bidang pelacuran kelas tinggi dengan memasang sebuah iklan di koran, begini bunyi iklannya “Massage Maria, cantik dan berpengalaman menerima panggilan hub. 0812160700X “, dengan nama samaran Maria maka dimulailah petualangan terlarang Bu guru kita ini.
SMS mulai mengalir ke handphone Rosa yang berisikan panggilan panggilan tapi ada juga SMS yang berisikan kalimat-kalimat porno, Rosa tidak menanggapi semua SMS itu karena hal itu akan membuang waktu saja begitu juga dengan percakapan dengan calon-calon kliennya semua gagal mencapai kata sepakat. Karena harga yang ditetapkan oleh Rosa sangat tinggi yaitu 1,5 juta sekali datang, tentu saja jarang yang berani memboking Rosa. Sampai suatu saat ada panggilan HP yang masuk saat ia mengajar di kelasnya.

“Permisi anak-anak ibu mau terima telpon dulu jangan ramai ya!”kemudian Rosa berjalan keluar kelas dan menerima panggilan itu.
“Hallo Maria? ” terdengar suara berat seorang lelaki0
“Ya dengan siapa Pak? ”
“Berapa tarif kamu semalam? ”
“1,5 juta bayar di muka, tidak kurang dari itu ”
“Ok done deal, kita ketemu di Kafe Bon Ami, Darmo Selatan jam 18.30 nanti malam sampai disana langsung miss call aku ya bye ..tut tut tut”

Dalam hati Rosa merasa berdebar dan aneh karena ini adalah pertama kalinya ia akan mendapatkan panggilan serius dan anehnya orang tersebut tidak menawar harga yang ia ajukan, Rosa termenung memikirkan telepon yang baru saja ia terima sampai seorang muridnya menegur “Bu, Ibu sakit ya? ” tanya seorang muridnya. “Oh nggak apa-apa kok, ayo masuk lagi” sambil memegang pundak muridnya.

Setelah selesai mengajar Rosa segera pulang dan mempersiapkan diri, ia mandi dan berdandan secantik mungkin tapi tidak menor, dengan mengenakan gaun malam warna hitam yang anggun, Rosa berangkat ke Bon Ami menggunakan taksi. Rasa berdebar semakin menjadi saat ia memasuki kafe dan dengan tangan sedikit gemetar ia memanggil no. HP lelaki yang tadi siang menelponnya segera saja terdengar bunyi handphone di pojok ruangan yang rupanya sengaja di taruh di atas meja oleh pemiliknya.
Mata Rosa memandang ke arah sumber bunyi tersebut dan melihat lelaki berumur 45 tahun keturunan cina dengan pakaian necis dan berkacamata minus yang melambaikan tangan seolah olah sudah mengenal dirinya.

“Hi Maria, silahkan duduk disini ”. Ujar lelaki itu sambil berdiri menjabat tangan Maria yang tak lain adalah nama samaran Rosa.
“Ok kita makan dulu atau langsung pergi nih? ” tanya lelaki itu.
“Kita bisa langsung pergi setelah pembayaran dilakukan ” ujar Rosa ketus
“Wow santai saja non jangan takut ini aku bayar sekarang”. Sebuah amplop coklat disodorkan dan langsung dibuka dan dihitung oleh Rosa
“Ok 1,5 juta kita berangkat, omong omong nama bapak siapa ” tanya Rosa
“Teman-teman memanggil aku A Cun, yuk berangkat ”.

A Cun menggandeng tangan Rosa dengan mesra seperti istrinya sendiri.
Dengan menggunakan mercy new eyes, A Cun membawa Rosa meninggalkan kafe dengan santai tapi pasti mobil dibawa menuju ke arah daerah perumahan elit di daerah Dharmahusada. Ketika sampai di depan sebuah rumah mewah dengan pagar tinggi A Cun membunyikan klaksonnya, pagar besi itu terbuka secara otomatis meskipun tidak tampak orang di halaman rumah mewah itu, setelah mobil masuk sampai di teras rumah seseorang dengan seragam batik berlari kecil menghampiri mobil.

“Selamat datang Koh A Cun “sambil membukakan pintu mobil.
“Yang lainnya sudah pada kumpul toh, Yok? ” tanya Koh A Cun pada lelaki berseragam itu
“Sudah Pak, silahkan Pak ” kata petugas yang bernama Yoyok ini .
Mobil A Cun segera dibawa untuk di parkir oleh yoyok yang rupanya bertugas sebagai valet service. Acun dan Rosa langsung masuk ke dalam rumah mewah itu
“Ini rumah Koh A Cun ” tanya Rosa kagum melihat ruang tamu yang besar dan dipenuhi barang mewah
“Oh bukan, ini rumah perkumpulan semacam klub bagi kami untuk melepas kepenatan” ucap Koh Acun seraya membuka pintu ruang tengah yang di dalamnya berisi 3 orang lelaki dan 3 perempuan.Di ruangan itu tersedia 5 kasur king size, 2 meja biliard, 3 set sofa mewah dan sebuah mini bar yang tertata apik serasi dengan ruang yang relatif besar itu, dari suasana ruangan sudah dapat diperkirakan bahwa ruangan ini sering di pakai sebagai ajang maksiat.

“Hoi Cun, lama sekali kamu, dapet barang baru ya?” tanya seorang lelaki cina berumur 56 tahun yang di panggil Koh A Liong.
“Ah nggak enak ah ngomong gitu di depan orang ” elak A Cun
“Koh A Cun, mending kamu kasih Mbak ini buat aku saja, kamu pake saja salah satu SPG yang aku bawa” ucap lelaki berbadan gemuk besar dan berkulit sawo matang yang dipanggil dengan panggilan Pak Angkoro.
A Cun mengamati SPG yang ditawarkan padanya, diantara tiga SPG itu ada satu yang paling menarik hatinya yaitu Lyvia Go. SPG berumur 21 tahun berdarah cina dengan tinggi 168 cm dan berat 48 kg berwajah mirip Ineke, dengan penampilannya yang mengenakan rok super mini dengan atasan kemeja ketat nan tipis membuat A Cun tak mampu menolak tawaran Pak Angkoro.
“Ok deh, Pak Angkoro boleh ambil Maria, saya pinjam Lyvia ” sahut acun sambil langsung menarik pinggang Lyvia dan mereka berdua melakukan deep kissing yang sangat panas sampai terdengar lenguhan lenguhan nafas mereka.

Lyvia yang diciumi dengan ganas segera membalas ciuman itu sambil membuka kancing kemejanya yang seakan tak muat menampung payudaranya yang montok. Dengan rakus Koh A Cun memelorotkan BH Lyvia dan menghisap puting berwarna coklat muda itu, sambil bercumbu tangan Koh Acun bergerak melingkar pinggang Lyvia dan melepas kait rok mini dan meloloskan rok itu turun sehingga kini Lyvia Go hanya mengenakan BH yang sudah tidak menutupi payudaranya dan sebuah celana dalam berwana putih berenda tipis yang sangat seksi sekali melekat di tubuhnya yang putih bak mutiara. Dengan sekali angkat tubuh Lyvia Go dibawa Koh ACun menuju ranjang terdekat, lalu menelentangkannya sambil meloloskan celana dalam seksi itu dari tempatnya sehingga tampaklah kemaluan Lyvia yang sudah dicukur bersih, tanpa membuang waktu A Cun segera menjilat dan menusuk nusukkan lidahnya ke dalam vagina Lyvia yang diikuti dengan erangan nikmat dari Lyvia.

“Ahh, aduh enak Koh, dasyat aargh ”
“Enak ya Go? Kamu sudah berapa kali ngeseks selama jadi SPG ” tanya A Cun sambil mengocok vagina Lyvia dengan dua jari sambil terkadang menggosok kelentit mungil itu dengan jempolnya.
“Ini yang ke tu..juh aah hi hi hi aduh geli Koh ”
“Yang pertama ama siapa ” selidik A Cun mencari cari daerah g-spot dengan ujung jarinya
“Yang pertamaa, aduh yah yah aauh disitu Koh enak, yang pertama sama Pak Angkoro di WC showroom aah”
Untuk mengakhiri pemanasan ini maka A Cun menempelkan lidahnya di kelentit Lyvia, kemudian menggeleng-gelengkan dan memutar-mutar kepalanya dengan lidah tetap menempel di kelentit. Menerima rangsangan dasyat itu tubuh Lyvia melengkung bagai busur panah yang siap melesatkan anak panahnya.
“Aduh Koh A Cun, aargh masukin sekarang Koh jangan siksa aku lebih lama lagi hm? “.

Melihat Lyvia sudah terangsang berat maka Koh A Cun segera menghentikan permainan oralnya dan melepas bajunya sendiri dengan cepat, Lyvia yang melihat Koh A Cun melepas bajunya kagum melihat badan Koh Acun yang berotot, dadanya yang bidang dan perutnya yang terbagi 8 kotak sangat seksi di mata Lyvia yang biasanya melayani Pak Angkoro yang gendut. Semakin bernafsu untuk segera bersetubuh maka Lyvia Go membantu melepas celana Koh A Cun dan betapa kagetnya Lyvia Go ketika celana itu merosot langsung nongol benda sepanjang 16.5 cm (wah ternyata Koh A Cun tidak pakai celana dalam loh, tapi dengan tidak memakai celana dalam juga sangat baik bagi kesuburan pria kata Pak dokter).

Dengan posisi kaki yang di buka lebar lebar, Lyvia menanti Koh Acun sambil tangan kanannya menggosok gosok klitorisnya sendiri, Koh Acun mengambil posisi di tengah tengah kaki Lyvia yang terbuka lebar dan mengarahkan penisnya di muka pintu gerbang kewanitaan Lyvia.
“Aku masukin ya Lyv?”
“Sini kubantu Koh ” Lyvia memegang penis A Cun dan mengarahkannya ke liang senggamanya
“Seret banget ya Lyv, jadi susah masuk nih”
“Koh jangan bercanda melulu ah, kapan masuknya?”
“Ya udah nih rasain Lyv”
“Aauh aah aah pelan dikit Koh ”
Akhirnya pelan tapi selamat, penis Koh A Cun amblas ke dalam vagina Lyvia dan permainan kuda kudaan khusus dewasapun dimulai, Koh A Cun memaju mundurkan pantatnya dengan tempo sedang sambil memegang kedua betis Lyvia sebagai tumpuan tangannya.

Beralih ke ibu guru kita yaitu Rosa Maria yang cuma bengong melihat permainan permainan liar di sekelilingnya.
“Wah suasananya panas ya? ” Pak Angkoro menegur Rosa Maria yang bengong
“Ah nggak juga Pak, kan ada AC” balas Rosa risih
“Nggak panas gimana, coba kamu lihat orang orang itu pada telanjang ngapain coba?”
“Eeng eeng gimana ya Pak ”
“Eng eng eng apa, ayo lepas bajumu, kamukan sudah di bayar toh? ”
Rosa merasa harga dirinya diinjak-injak, di dalam hati Rosa Maria berkata “Aku adalah seorang guru yang dihormati dan disegani oleh anak didik dan rekan sekerjaku kenapa demi dendam pada suami aku harus menjerumuskan diriku ke dalam lembah nista tapi sudah terlambat”, air mata mulai menetes di pipi Rosa.

“Wah, kok malah nangis iki piye? Waduh!!” Pak Angkoro mengelus-elus perutnya yang besar karena bingung.
“Nggak Pak, ayo kita mulai aja permainan ini ” Rosa mengusap air matanya.
“Ya gitu dong, itu baru semangat profesional jangan nangis lagi ya ”
Rosa membuka gaun malamnya dengan pedih dan rasa hampa, demikian juga Pak Angkoro beliau membuka seluruh pakaiannya memperlihatkan tubuhnya yang gemuk dan hitam.

“Sini Ros, bapak akan membuat kamu melayang layang ” pangil Pak Angkoro
Rosa yang masih malu dan canggung menutup tubuhnya yang bugil dengan tangannya sedapat mungkin sambil melangkah ke arah Pak Angkoro
“Wah kok malu malu gitu, jangan kuatir Ros bapak nggak akan kasar kasar sama kamu “, Pak Angkoro memandang tubuh Rosa dari atas ke bawah. Jakunnya naik turun memandang tubuh Rosa yang menggiurkan, kulitnya yang kuning langsat bagai kulit putri kraton meskipun tidak seputih Lyvia tapi pancaran erotik dari mata Rosa bagai sinar pancasona pusaka tanah jawa. Dan cara gerak Rosa Maria sungguh membangkitkan gairah, keayuan khas gadis jawa terpancar dari setiap lekuk tubuhnya dan terutama payudaranya yang berwarna kuning gading sungguh mengundang birahi lelaki manapun yang melihatnya.

Dengan lembut Pak Angkoro meletakan kedua telapak tangannya di atas payudara Rosa dan mulai memijat lembut sambil perlahan ia melekatkan bibirnya ke bibir Rosa yang sensual di lumatnya bibir Rosa, semakin lama semakin panas sampai kedua tubuh itu seolah menjadi satu, Pak Angkoro melingkarkan tangannya ke pinggang Rosa dan menariknya sampai lekat pada tubuhnya dan mencumbu Rosa dengan penuh nafsu. Dihisap dan dimasukannya lidahnya kedalam relung relung mulut Rosa sehingga mau tak mau Rosa membalas pagutan-pagutan liar itu. Hasrat kewanitan Rosa benar-benar dibangkitkan oleh Pak Angkoro yang berlaku seperti kuda jantan dan mendominasi seriap permainan ini. Rosa mulai merasakan hawa panas naik dari dadanya ke ubun-ubun yang membuat Rosa semakin tak berdaya melawan hawa maksiat yang begitu kental dalam ruangan ini sehingga akhirnya Rosapun terlarut dalam hawa maksiat itu.

“Ros aku minta dioral dong ” sambil menyodorkan penis hitamnya yang berdiameter 5 cm dengan panjang 14 cm.
“Nggak ah Pak, jijik saya! ih! ”
“Wah kamu kudu profesional Ros, kalau kerja jangan setengah-setengah gitu dong, gini aja kamu tak oral kalau sampai kamu orgasme berarti kamu kudu ngoral aku yah? ”. Belum sempat Rosa menjawab Pak Angkoro telah menyelusupkan kepala diselangkangan Rosa dan mulai melancarkan segala jurus simpanannya mulai dari jilat, tusuk sampai jurus blender yang memnyapu rata seluruh dinding permukaan vagina Rosa sehingga dalam waktu 7 menit Rosa sudah di buat kejang-kejang.
“Oooh Pak oouh oh pa..ak” Rosa meregangkan ototnya sampai batas maksimal.
“Tuh kamu udah orgasme, nggak bisa bohong sekarang giliranmu” ucap Pak Angkoro senang.

Pak Angkoro menarik kepala Rosa dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang penisnya sendiri sambil mengocok ringan, setelah mulut Rosa dalam jangkauan tembak Pak Angkoro segera menjejalkan penisnya ke dalam mulut Rosa. “Ayo dong Rosa” Pak Angkoro menyuapkan penisnya seperti menyuapkan makanan pada anak kecil, setelah penisnya berada dalam mulut Rosa maka dengan menjambak rambut Rosa Pak Angkoro memaju mundurkan kepala Rosa.

“Ehm ehm Pak Angko.. ehm ehm” Rosa berusaha berbicara tapi malah tersenggal senggal
“Udah diam aja deh Ros jangan banyak bicara emut!”. Setelah lima menit berjalan Rosa akhirnya secara mandiri mengulum ujung penis Pak Angkoro, sementara tangannya mengocok dengan kasar pangkal penis Pak Angkoro.
“Yes gitu Ros, wah kamu lebih hebat dari istriku loh, mau gak kamu jadi gundikku?” Pak Angkoro berbicara ngawur karena keenakan dioral Rosa. Merasa jenuh dengan permainan oral akhirnya Rosa meminta untuk bercinta.
“Udahan dong Pak, kita ngesks yang bener aja ya?” tanya Rosa dengan halus. “Ok, kamu yang minta loh”.

Pak Angkoro menarik Rosa yang tadinya mengoral dia dalam posisi jongkok menuju meja biliard dan menyuruh Rosa menumpukan kedua tangannya menghadap meja bilirad sementara Pak Angkoro yang berada di belakang Rosa mengatur posisi sodokan perdananya.
“Ros nungging dikit dong, ya gitu sip!” Pak Angkoro mengelus pantat Rosa yang bahenol kemudian mengarahkan senjatanya ke vagina Rosa.
“Aaouh Pak Angkoro, pelan Pak sakit penisnya bapak sih kegedean ” ucap Rosa setengah meledek.
“Wah kamu itu muji apa menghina Ros? mungkin vaginamu yang kekecilan Ros” Pak Angkoro membalas ejekan rosa dengan menarik pinggul Rosa ke belakang secara cepat maka amblaslah seluruh penis Pak Angkoro.
“Auuw gede banget, aauw aah ” Rosa mulai menggoyang pinggulnya berusaha menyeimbangi goyangan Pak Angkoro.

Pak Angkoro membenamkan penisnya dalam-dalam dengan menarik pinggul Rosa kebelakang, dengan penis masih tertancap di vagina Rosa kemudian Pak Angkoro memutar pinggulnya membentuk lingkaran sehingga penis yang didalam vagina Rosa menggencet dan menggesek setiap syaraf syaraf nikmat di dinding vagina.
“Aauh, Rosa keluar ahh” Rosa mengalami orgasme yang menyebabkan setiap otot di tubuh Rosa mengencang sehingga tubuhnya kelojotan tidak terkendali.
“Loh Ros, kok sudah KO, belum 10 menit kok udah orgasme wah ini kalau cowok namanya edi, ejakulasi dini kalau kamu berarti menderita odi orgasme dini, ayo terusin sampai aku keluar juga ”.

Pak Angkoro mengganti posisi bersenggama dengan mengangkat tubuh Rosa dan menidurkannya di meja biliard. Kemudian kaki rosa dibentangkan oleh Pak angkoro lebar-lebar dan dengan kekuatan penuh penis besar itu menerjang mendobrak pintu kewanitaan Rosa, sampai-sampai klitorisnya ikut tertarik masuk, Rosa yang masih dalam keadaan orgasme makin menggila menerima sodokan itu sehingga secara refleks rosa mencakar bahu Pak Angkoro.

“Oouchh Rosa kamu ini apa-apaan sih, kok main cakar-cakaran segala?”
“Oouh aash sorry, abis rosa nggak tahan sih ama sodokannya Mas yang begitu perkasa” bujuk rosa agar Pak angkoro tidak marah.
“Jangan cakar lagi ya, kalo tidak rasain ini” Pak Angkoro menggigit puting Rosa dengan lembut tapi sedikit menyakitkan.
“Aauw nakal deh” ucap rosa sambil menggoyangkan pinggulnya sendiri agar penis Pak Angkoro tetap menggesek dinding vaginanya.

Dalam waktu singkat Rosa yang mula-mula seorang guru telah berevolusi menjadi pelacur kelas tinggi yang benar benar profesional baik dari kebinalan maupun ucapannya, semua sudah berubah Rosa kini benar benar seorang pelacur sejati.

Cerita Sex dengan ibu kandungku sendiri

Cerita sex atau cerita dewasa ini sebenarnya sangat malu aku ceritakan karena ini termasuk aib yang ingin aku tutup rapat-rapat namun karena sudah tidak tahan aku simpan lama-lama daripada aku menyesal seorang diri akhirnya aku beranikan diri untuk mengungkapkanya kepada rekan-rekan yang ingin mendengar kisah percintaanku dengan ibu kandungku sendiri!!

Dari judul yang aku cantumkan, aku yakin para pembaca bisa dengan mudah menebak inti dari ceritaku ini. Tapi yang ingin aku ceritakan adalah bagaimana sampai tabu ini terjadi. Mengapa aku bisa sampai terlampau melewati batas norma-norma masyarakat dengan melibatkan diriku dengan kelainan seks yang istilah ilmiahnya bernama incest. Kejadian ini terjadi sewaktu mamaku sedang berlibur ke kota Perth sambil menjengukku.

Aku lahir di Jakarta tahun 1989. Di saat itu mamaku baru berumur 17 tahun. Mama kawin muda karena alasan berbagai macam. Papa kandungku berasal dari latar belakang yang cukup berada dengan bisnis/toko-toko electronic yang lumayan terkenal di Jakarta. Kehidupan rumah tangga kami kurang begitu harmonis. Papa sangat sibuk mengurus toko yang mana cabangnya di mana-mana. Untung saja mama adalah fulltime housewife (ibu rumah tangga). Saat ini mamaku baru saja berumur 36 tahun, dan masih tampak cantik dan berkulit putih bersih.

Di Jakarta, kami hanya memiliki satu pembantu rumah tangga, tidak seperti rumah-rumah tangga yang lainya, yang bisa memiliki lebih dari 2 pembantu rumah tangga. Aku hanya anak tunggal, jadi cukup dengan 1 pembantu rumah tangga saja.

Aku mengalami puberitas sewaktu masih duduk di bangku 2 SMP. Aku mengenal yang namanya blue film, cerita stensilan, dan game computer porno dari teman-teman seperguruan. Kami sering kali bertukar blue film, atau barang-barang pornografi. Sepertinya inilah yang membuatku menjadi sedikit abnormal dengan masalah seksualitas, ditambah dengan kejadian-kejadian aneh di rumah yang sering aku alami.

Posisi kamarku bersebelahan langsung dengan kamar papa/mama. Di tengah malam di saat ingin membuang air kecil, aku sering mendengar desahan mama/papa di saat mereka sedang menikmati malam suami-istri mereka. Pertama-tama aku sangat amat jijik dan risih mendengarnya, kemudian menjadi biasa, dan pada waktu aku menginjak saat SMA/SMU, aku malah menjadi penasaran saja apa yang mereka lakukan di balik pintu kamar.

Di kamar mama ada kipas angin yang menempel di dinding yang digunakan untuk membuang udara dalam kamar keluar. Mama/papa sering lupa menutup kipas angin tersebut di saat menyalakan AC.

Suatu malam, papa/mama sedang ‘gituan’ di dalam kamar, dan mereka lagi-lagi mereka lupa menutup kipas angin mereka. Aku menjadi penasaran, dan ingin mengintip apa yang sedang mereka lakukan di dalam kamar. Aku mendengar jelas suara mama sedang mendesah dan mengeluh panjang, seperti atau mirip dengan wanita-wanita yang pernah aku tonton di film-film bokep. Aku menjadi sedikit kelainan, ingin sekali dan penasaran ingin melihat wajah mama di saat sedang di-’gituin’ oleh papa.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengintip, meskipun aku rasa takutku akan kepergok masih sama besarnya pula. Aku tarik kursi belajarku pelan-pelan, kemudian aku taruh pas di bawah kipas angin. Dengan perlahan-lahan aku naik ke kursi belajar, dan mencoba mengintip sedikit demi sedikit. Untunglah situasi di luar kamar kami tampak gelap, hanya lampu di luar rumah saja yang masih menyala, sehingga bisa mereka tidak mungkin dapat melihat sosokku di balik kipas angin.

Kamar mama masih tampak remang-remang, hanya lampu di samping ranjang mereka yang sedang menyala, namun masih tampak jelas seisi ruangan kamar mereka. Kakiku seperti lemas langsung melihat mama merebah di atas ranjang dengan selangkangannya terbuka lebar-lebar. Aku hanya melihat punggung papa yang penuh dengan peluh keringat dan papa tampak asyik memainkan pinggulnya maju mundur di selangkangan mama. Kedua tangan mama meremas-remas selimut tipis, matanya terpejam, dan bibir mama hanya berkomat-kamit seakan-akan menahan geli dan nikmat yang luar biasa. Jujur saja jantungku berdegup kencang, dan aku pun ikut bernafsu melihat mereka sedang asyik di sana.

Setelah beberapa menit kemudian, tubuh papa tiba-tiba bergetar sedikit, dan papa mulai membuka suara yang amat pelan seperti memberikan aba-aba kepada mama dan mama hanya mengangguk saja seperti mengerti apa yang akan terjadi. Tak lama dari aba-aba papa, tiba-tiba tubuh papa bergetar hebat, dan pinggulnya menekan dalam-dalam ke dalam selangkangan mama. Mama pun sama, seperti sedang keenakan, mama menempelkan kedua telapak tangannya ke pantat papa, dan menekannya dengan kencang, seperti ingin agar yang sedang masuk di selangkangan mama itu tertanam dalam-dalam. Mama mengeluh panjang, begitu juga dengan papa. Papa memeluk mama yang sedang merebah di atas ranjang, sambil menciumi leher mama dengan penuh nafsu.

Karena takut kepergok, aku cepat-cepat turun dan kabur dari sana. Biasanya seabis keluhan panjang mama/papa, karena paling tidak salah satu dari mereka pasti keluar dari kamar. Paling sering mama yang keluar dulu dari kamar, dan langsung ke kamar mandi.

Malam itu aku ngga bisa tidur. Sosok mereka terbayang-bayang di dalam otakku. Mama yang begitu cantik dan lembut, tampak binal dan merangsang sekali di saat ‘begituan’ dengan papa. Seperti singa betina yang haus dengan nafsu birahi. Untunglah papa juga singa jantan yang mampu memuaskan singa betina yang haus itu.

Sejak saat itulah, aku tumbuh sedikit demi sedikit menjadi aneh. Aku suka sekali membayangkan tubuh mamaku sendiri. Aku tau bahwa ini sangat tidak benar. Puberitasku semakin berapi-api. Aku sering sekali mengintip mamaku mandi atau sesekali mengintip sewaktu dia sedang ganti baju di kamarnya. Aku tidak lagi mengintip aksi papa dan mama di dalam hari, karena ada perasaan ngga senang atau jealous.

Tetapi kelainan yang aku alami ini aku simpan sendiri, dan tiada satupun teman atau orang lain yang mengetahui sifat kelainanku ini. Perlu yang para pembaca ketahui, bahwa aku masih suka menonton film biru, dan masih terangsang saja melihat wanita lain dalam keadaan terlanjang di film biru atau mengenakan pakaian seksi di tempat umum. Namun, di samping itu, aku pun juga suka melihat mamaku sendiri dalam keadaan terlanjang. Aku lebih memilih untuk berdiam diri, karena apabila bersuara sekali, bisa heboh dan rusak nama baikku.

Aku cukup memendam perasaan aneh ini lebih dari 3 tahun. Setelah tamat SMA, aku langsung memutuskan untuk kuliah di kota Perth. Aku berangkat ke sana sendirian, dan sempat tinggal di homestay selama 3 bulan, kemudian aku memutuskan untuk tinggal di apartment sendiri dengan alasan kebebasan.

Beberapa minggu setelah aku tinggal di apartment, mamaku memberi kabar bahwa dia akan datang menjengukku sekalian jalan-jalan di negeri Australia. Rencana awal mama akan datang bersama papa dan adik mama. Namun seperti biasanya, alasan sibuk papa selalu saja menjadi penghalang utama untuk tidak ikut dengan mama. Adik mama sebenarnya ingin sekali datang, tapi karena saudara sepupuku (anak dari adik mama) terkena cacar air, jadi urunglah niatnya untuk datang bersama mamaku.

Aku jemput mamaku di airport hari Minggu pagi. Cuaca saat itu lumayan sejuk, dan mungkin terasa dingin untuk mamaku yang datang langsung dari kota Jakarta yang panasnya minta ampun. Aku bawa jaket cadangan, jaga-jaga apabila mungkin mama kedinginan sewaktu keluar dari airport. Saat itu aku sedang liburan pertengahan tahun selama 3 minggu. Jadi kunjungan mama ini tepat pada waktunya.

Betapa gembiranya bisa bertemu mamaku lagi setelah beberapa bulan berpisah. Setelah berpelukan melepas kangen/rindu, kami kemudian naik taxi menuju apartementku. Selama perjalanan kami banyak berbincang-bincang. Mama lebih banyak bertanya daripada aku, terutama tentang bagaimana kehidupanku selama jauh dari orang tua.

Tak lebih dari setengah jam, kami sampai di apartmentku. Setelah membayar uang taxi, kami langsung naik lift menuju kamar apartmentku. Kamar apartmentku hanya ada 1 kamar, dan karena aku baru beberapa minggu pindah di apartment ini, aku belum banyak membeli perabotan rumah. Ruang tamuku hanya ada TV dan 1 bean bag sofa. Aku belum sempat membeli sofa beneran.

“Timmy, kamu kok jorok banget! Apartmentmu berantakan sekali.” sambil mecubit pipiku. Aku hanya tertawa saja.
“Sekarang mama mau kemana? Mau sarapan dulu?” tanyaku.
“Mama pengen tidur-tiduran dulu deh. Tadi mama sudah sarapan di pesawat. Timmy kalo mau sarapan, mama bikinin dah.” tawar mama.
“Hmmm … ngga usah dah … Timmy beli aja di Mc Donald. Breakfastnya lumayan kok. Mama tidur aja dulu.” jawabku. Mama lalu menggangguk, dan aku pun berangkat membeli breakfast meal di Mc Donald. Aku memutuskan untuk sarapan di tempat saja, daripada di bawa pulang.

Setengah jam kemudian aku pulang ke apartment. Suasana di apartementku hening. Kulihat bagasi mama sudah terbuka, aku bisa memastikan mama sudah ganti pakaian. Kemudian ku cek kamarku, kulihat mama sedang tidur pulas di atas ranjangku. Aku membiarkan dia beristirahat dulu. Sambil menunggu mama bangun, aku menghabiskan waktu browsing-browsing Internet di laptopku.

Selang 3 jam kemudian, mama tiba-tiba keluar dari kamar.

“Timmy, kamu lagi ngapain?” tanya mama sambil mulutnya menguap ngantuk.
“Lagi main Internet, ma. Mama sudah lapar belon? Sudah jam 2 siang loh.” tanyaku.
“Belum seberapa lapar sih. Emang Timmy mau makan apa?” tanya mama balik.
“Hmmm … Timmy mau ajak mama makan di restoran Thailand deket sini. Enak banget deh, mama pasti doyan.” ajakku.
“Ok, mama ganti baju dulu yah” singkat mama. Aku pun menggangguk dan bersiap-siap diri.

Mama mengambil baju lagi dari tas bagasinya, dan kemudian masuk ke kamar untuk ganti pakaian. 5 menit kemudian mama keluar dari kamar. Siang itu mama mengenakan kaus ketat, dan celana jeans. Tampak dada montok mama menonjol. Aku jadi sedikit risih melihatnya, meskipun dalam hati ada perasaan senang. Mama tampak seperti wanita yang baru berumur 25 tahunan. Padahal saat itu mama sudah berumur 35 tahun.

Hari itu aku mengajak mama jalan-jalan melihat kota Perth. Mama tampak hepi menikmati liburannya. Tidak bosan-bosannya mama mengambil foto dan sesekali meminta orang yang sedang lewat untuk mengambil foto bersamaku. Dengan wajah mama yang tidak seperti wanita berumur 35 tahun, kami seperti terlihat sedang pacaran saja.

Kami jalan-jalan sampai larut malam, dan kami kembali ke apartment sekitar jam 11 malam lebih. Badanku amat letih, begitu juga dengan mama. Aku senang sekali mama bisa datang ke sini. Selain aku bisa dimanja, aku juga bisa mengajaknya jalan-jalan kemana-mana.

“Mama mandi dulu aja.” suruhku sambil memberi handuk bersih ke mama.

Sewaktu aku sedang unpacking barang belanjaan kami seharian, tiba-tiba terdengar suara mama sedikit teriak.

“Timmy, ini gimana ngunci kamar mandi. Kok mama ngga liat ada kunci di sini?” tanya mama penasaran sambil tubuhnya dibalut handuk. Kulihat pundak dan paha mama yang benar-benar mulus.
“Di sini emang sudah biasa ngga ada kunci di kamar mandi, ma. Sudah biasa aja orang sini.” jawabku.
“Iya, tapi mama ngga biasa.” protes mama kemudian balik ke kamar mandi.

Tak lebih dari 10 menit, mama keluar dari kamar mandi. Malam itu mama mengenakan kaus ketat dan celana boxer yang amat pendek (kira-kira 20 cm dari lutut), sehingga tampak paha mama yang putih mulus dan juga kedua payudaranya yang menonjol karena kaus ketatnya.

Mama kemudian duduk disebelahku seakan-akan melihat sedang apa aku di depan laptopku. Bau sabun wangi terhirup dengan jelas dari tubuh mama. Bau sabun yang tidak asing lagi bagiku.

“Timmy, kenapa kamu belon beli sofa?” tanya mama.
“Belon sempat aja ma.” jawabku santai.
“Besok mau beli sofa? Mama beliin deh.” tawaran mama.
“Boleh aje …” jawabku santai.
“Timmy, sono mandi. Mama pinjam laptop dulu, mau emailin papa dulu.” sambung mama lagi. Tanpa perlu dikomando, aku kemudian bangkit dari bean bag sofa, dan langsung menuju kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, diotakku sempat keluar pikiran jorok. Aku berpikir ingin mengintip mama mandi besok, mumpung tidak ada kunci di kamar mandi apartementku ini.

Setelah selesai mandi dan mengeringkan rambut, kulihat mama masih asyik chatting dengan papa. Aku diminta mama juga ikutan membaca chattingan mereka.

Jam telah menunjukkan pukul 1 pagi. Aku tidak kuat lagi menahan rasa kantuk. Aku berpamitan untuk tidur dulu. Mama masih terlihat asyik ber-chatting ria dengan papa.

Karena aku masih belon punya sofa beneran, malam itu aku tidur bersama mama di satu ranjang. Untung tempat tidurku itu ukuran queen bed, jadi cukup luas untuk 2 orang. Untung mama tidak sungkan atau risih dengan ide tidur satu ranjang. Mungkin karena anak sendiri mungkin mama tidak menaruh curiga atau risih.

Malam itu aku tidur nyenyak sekali, karena sehari sebelum-nya aku kurang tidur karena harus menjemput mama pagi-pagi di airport.

Tepat pukul 8 pagi, aku membuka kedua mataku perlahan-lahan. Sang surya telah terbit dengan cerahnya dibalik gorden/kerai kamar. Aku merasakan ada sesuatu yang lembut dan empuk ditangan kananku. Perlahan-lahan aku menoleh ke kanan, tampak mama yang masih tertidur lelap di samping kananku sambil memeluk lengan kananku. Terasa hangat dan empuk payudara mama di lengan kananku. Baju ketat yang mama kenakan itu terkesan tipis ditambah dengan mama yang tidak mengenakan BH, sehingga terasa betul kekenyalan payudara mama. Wajah mama bersembunyi dibalik lengan kanan atasku, sedangkan paha kanannya menimpa paha atasku. Namun, kedua tubuh kami masih terbungkus selimut tebal.

Pagi itu lumayan dingin, jadi ini mungkin instinct mama (dibawah sadar) untuk mencari kehangatan. Jadi tanpa sadar dia memeluk lenganku, agar merasa hangat.

Perasaanku tidak karuan rasanya. Biasanya setiap bangun tidur, mr junior pasti juga ikut bangun. Tapi pagi ini mr junior bangun dalam keadaan yang benar-benar keras. Aku memilih untuk diam seperti patung. Aku tak ingin goyang sedikit pun. Takut apabila aku goyang sedikit, mama bakalan merubah posisinya lagi.

Jam menunjukkan pukul 9 kurang. Berarti aku telah hampir 1 jam lamanya diam seperti patung. Posisi mama pun tidak berubah pula, malah lebih mengencangkan pelukannya dan paha mulus mama sekarang mendarat di perutku. Mr junior alias batang penisku tertimpa paha mulusnya. Namun bukan berarti mr junior bakalan loyo, justru kebalikannya - makin tegang saja. Jantungku berdegup kencang, karena pikiran kotorku telah meracuni akal sehatku.

Tangan kiriku mulai bangkit dan memutuskan untuk bergerilya di paha kanan mama.

Perlahan-lahan aku mengelus-elus dengkulnya, selang beberapa lama kemudian aku mulai mengelus-elus pahanya. Sungguh susah kupercaya, bahwa paha yang mulus tanpa borok ini adalah milik mamaku sendiri. Aku semakin bersemangat mengelus-elus paha mama. Tubuh mama masih tidak bereaksi. Aku semakin berani dan nekat.

Kini jarak elusan tanganku semakin melebar. Pertama dari dengkul, kemudian merangkak maju sampai ke batas celana boxer mama, sekarang mulai masuk ke celana boxernya.

Hanya dalam hitungan beberapa menit, tubuh mama mulai bereaksi perlahan-lahan dan kesadaran mama pun mulai bangkit perlahan-lahan pula.

“Hmmm … Timmy … kamu lagi ngapain? Geli loh!” tanya mama sambil terkantuk-kantuk, tapi masih memeluk lenganku.
“Anu … Timmy lagi elus-elus mama.” jawabku seadanya plus sedikit panik.
“Ehmm … kalo mau elus-elus mama, punggung mama aja atau rambut mama. Jangan di paha, geli banget di sana.” kata mama.
“Jadi ngga enak?” tanyaku penasaran.
“Bukan ngga enak sayang, tapi geli aja. Enak sih enak, tapi jadinya lain …” ucapan mama stop.
“Lain apanya?” tanyaku lagi.
“Pokoknya lain enaknya. Jangan di sana lagi deh.” pinta mama.

Aku kemudian menghentikan gerilyaku, dan kembali menjadi patung lagi. Aku tidak tau apakah mama merasakan tonjolan mr junior di pahanya atau tidak. Kalo dipikir secara logika, dia pasti merasakan tonjolan keras dibalik celana tidurku, karena pahanya tepat mendarat di sana. Tapi dia tidak beraksi apapun.

Setelah itu, mama tidak bisa lagi tidur. Jadi kami akhirnya ngobrol-ngobrol di atas ranjang dengan posisi yang sama pula.

Sudah hampir 1 jam kami ngobrol di atas ranjang, akhirnya aku meminta mama untuk mandi dulu, karena hari ini kita mau jalan-jalan lagi. Mama kemudian bangkit dari tempat tidur, dan menuju kamar mandi.

5 menit kemudian, aku pun bangkit dari tempat tidur. Kupikir sambil menunggu mama selesai mandi, lebih baik aku menyiapkan sarapan pagi (roti panggang pake selai strawberry).

Setelah berjalan beberapa langkah dari pintu kamar, aku dikejutkan oleh sesuatu di depan mataku.

Kudapat pintu kamar mandi tidak tertutup rapat oleh mama. Ini adalah kesengajaan atau tidak, aku tidak tahu.

Akal sehatku mulai berkelahi dengan akal kotorku. Akal sehatku menyuruhku untuk tidak melihat dibalik pintu yang tidak tertutup rapat itu dan segera langsung menuju ke daput, sedangkan akal kotorku mengatakan kalo hanya mengintip sebentar tidak ada ruginya. Alhasil dari perkelahian akal sehat melawan akal kotor, pemenangnya adalah akal ngga sehatku alias akal kotor.

Aku berjalan sambil berjinjit-jinjit, agar langkah kakiku tidak terdengar olehnya. Kudorong perlahan-lahan pintu kamar mandi yang tidak tertutup rapat tersebut. Posisi shower di kamar mandi tepat disamping pintu kamar mandi. Shower cubic/ruang shower di kamar mandi terlapisi oleh kaca yang bening. Sehingga dapat terlihat dengan jelas siapapun yang mandi di sana.

Kubuka pintu kamar mandi hanya sekitar 1.5 centimeter lebarnya, dan mata kananku perlahan-lahan mulai mengintip lewat celah sempit tersebut.

Hanya sekilas saja, aku langsung menelan ludah, dan jantungku kembali berdegup kencang. Antara takut dan bergairah menjadi satu. Takut apabila nanti kepergok mengintip mandi, dan bergairah karena menonton tubuh bugil mama sedang mandi. Mr junior alias batang penisku kembali mengeras. Napasku jadi tidak beraturan.

Kulihat mama sedang membilas rambutnya dengan shampoo dengan mata yang terpejam, kemudian setelah itu menyabuni tubuhnya (dari dada, perut, punggung, tangan, dan kakinya) dengan shower gel. Oh … sungguh indah pemandangan saat itu. Begitu sempurna tubuhnya di umurnya yang masih 35 tahun.

Hampir 10 menit lamanya aku berdiri termangu di depan pintu kamar mandi. Jantungku terus menerus berdegup dengan kencang-nya. Mr junior pun ikut nyut2an alias menegang pada tegangan yang paling tinggi.

Tiba-tiba mama memutar kran showernya, pertanda mandinya telah selesai. Aku dengan segera lari-lari berjinjit-jinjit menuju dapur. Sesampai di dapur, aku lupa apa tujuan awalku di dapur. Aku hanya membuka-buka lemari di dapur dan kulkas. Mengambil makanan apa saja yang aku lihat.

Tak lama kemudian mama keluar dari kamar mandi dengan santainya dan menuju ke dapur. Tidak tampak di raut wajahnya adanya perasaan kaget atau curiga. Sikap mama biasa-biasa saja sambil berjalan mendekatiku.

“Timmy, kamu mau bikin apa?” tanya mama santai.
“Oh ini … Timmy mau bikin breakfast dulu. Mama siap-siap aja dulu. Kita keluar setengah jam lagi.” jawabku.
“Iya sudah, sini mama yang bikinin, kamu mandi dulu deh. Biar ngga buang-buang waktu.” perintah mama.

Selama di kamar mandi, bayangan tubuh mama tadi yang sedang bugil sambil mandi tidak dapat dengan mudah lepas dari pikiranku. Aku dibikin pusing oleh pikiran jorok ini. Tetapi di dalam hati kecilku berharap agar hari-hari berikutnya aku masih bisa mengintipnya paling tidak sekali atau dua kali, dengan harapan mama mungkin lupa menutup kamar mandinya lagi.

Hari itu kami menghabiskan waktu berjalan-jalan di kota pinggiran dan sempat mampir ke toko furniture untuk membeli sofa. Namun sayang sekali sofa yang kami pilih tersebut masih harus menunggu sekitar 2 minggu untuk bisa diantar ke rumah, karena kami memilih warna sofa yang sedang tidak ada stok barangnya. Jadi si toko tersebut harus membuat yang baru. Bagiku 2 minggu menunggu tidak ada masalah, karena ide untuk membeli sofa bukan datang dariku. Tidak ada sofa pun aku masih bisa bertahan hidup, karena pada dasarnya aku hanya tinggal sendirian saja.

Karena mama bakalan tinggal di Australia ini lebih dari 2 minggu, kami sempat mampir ke travel agent terdekat untuk mencari-cari info tentang holiday di Sydney, Gold Coast, Melbourne, dan Hobart (Tasmania). Namun hari itu kami masih belon memberikan keputusan akan berlibur di kota yang mana. Aku secara pribadi ingin sekali mengunjungi kota Sydney dan bermain-main di theme park di Gold Coast. Kalo mama antar Sydney atau Melbourne. Karena masih belum ada keputusan yang solid, kami tidak mem-booking dulu pake holiday tersebut.

Tak terasa kami seharian keluar rumah. Sesampai di rumah pukul 8 malam. Malam itu kami membeli makanan take away untuk makan malam kami. Terlalu letih untuk makan di restoran lagi, dan terlalu letih untuk memasak di apartment. Jadi membeli makanan take away adalah pilihan yang tepat. Mama membeli paket sushi kesukaannya, dan karena aku tidak doyan sushi, aku membeli paket bento yang berisi nasi, ayam terayaki, dan sayur mayur.

Kami makan sambil ngobrol santai. Kalo dengan mama ada saja yang bisa diobrolkan. Dia sepertinya banyak sekali bahan pembicaraan. Dari cerita kehidupannya, kehidupan papa, dan kehidupan teman-temannya. Termasuk kehidupanku sewaktu masih kecil.

Jam telah menunjukkan pukul 10 malam.

“Besok kita mau ke mana?” tanya mama.
“Hmm … terserah mama. Besok mau coba main golf ngga? Di sini banyak orang Indo pula yang datang untuk bermain golf di sini.” ajakku.
“Tapi mama ngga bisa maen golf. Papa tuh jago maen golf.” puji mama.
“Iya kita ke sana aja. Kita maen aja yang asal pukul aja … namanya Driving Range.” jawabku lagi.
“Ok.” jawab mama singkat.

Aku pun segera beranjak dari meja makan, dan membereskan piring-piring kotor. Mama pun beranjak dari meja makan, kemudian menuju laptopku.

“Mama mau emailin papa dulu yah. Moga-moga dia online. Jadi mama ngga perlu telp. Timmy mandi dulu abis cuci piring yah?!” ujar mama.

Selama aku mencuci piring, suasana menjadi sedikit hening. Mama terlalu berkonsentrasi dengan laptopku menulis cerita tentang kegiatan kita seharian lewat email. Pikiran jorokku mulai kambuh lagi di saat aku sedang asyik mencuci piring. Di dalam hati kecilku juga berharap agar malam ini mama lupa lagi menutup rapat pintu kamar mandinya. Pikiran jorok dan harapan yang tidak tau malu ini masih meracuniku di saat aku sedang mandi malam.

“Ma, Timmy dah selesai mandi. Mama mandi dulu deh.” suruhku.
“Iya, ntar rada tanggung.” jawab mama.

Aku pun duduk bersila di samping mama. Kulihat monitor laptopku. Mama sedang mengetik panjang email tentang kegiatan kami seharian. Dari makan pagi sampai makan malam. Tapi aksiku di pagi hari yang mengelus-elus paha mama jelas tidak diceritakan di email tersebut.

Setelah email itu dikirim, mama pun beranjak dari bean bag sofa dan langsung menuju kamar tidur untuk menata oleh-oleh yang dibelinya seharian dan juga mengambil pakaian tidur barunya sebelum mandi. Aku diam-diam mengamati gerak-gerik mama. Aku berpura-pura mondar-mandi di dapur untuk mencari camilan dan minuman ringan. Sesekali aku masuk ke kamar tidur dengan pura-pura mengambil buku atau mengambil apa aja. Berlagak pura-pura sibuk.

Setengah jam kemudian, mama keluar dari kamar tidur dan menuju kamar mandi. It is the moment of truth (inilah moment yang ditunggu-tunggu).

“Takkk … ” begitulah bunyi pintu kamar mandi. Suara pintu yang tidak begitu keras. Aku mencoba untuk tidak bertindak terlebih dahulu.

Setelah menunggu 5 menit lamanya, aku bangkit dari bean bag sofa-ku dan berjalan berjinjit-jinjit menuju ke kamar mandi untuk mengecek keadaan pintu kamar mandi.

Sesampai di depan kamar mandi, entah mengapa hatiku menjadi girang tak karuan. Sekali lagi, pintu kamar mandi tidak mama tutup dengan rapat. Aku mulai menaruh sedikit kecurigaan dengan kelakuan mama ini. Aku curiga apa ini dilakukan dengan sengaja olehnya. Karena pertama, pintu kamar mandi tidak rusak, dan bisa tertutup dengan rapat apabila memang mau ditutup. Kedua, tadi pagi sewaktu mama selesai mandi, semestinya dia sadar apabila pintu kamar mandi tidak tertutup rapat, bahkan terbuka 1.5 centimeter. Apabila dikata yang tadi pagi itu adalah suatu kesalahan, tidaklah mungkin akan mama lakukan kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya.

Jantungku kembali lagi berdegup dengan kencang, namun kali ini perasaan takutku menjadi sedikit berkurang dibanding yang pagi hari. Karena diotakku telah ada asumsi bahwa ini adalah suatu kesengajaan dari mama. Sekali lagi aku sedang menikmati pemandangan indah yang kurang lebih mirip seperti yang pagi hari.

Ketika aku sedang asyik menonton pemandangan yang indah penuh nafsu itu, tiba-tiba kran shower tiba-tiba dimatikan olehnya. Inilah sinyal untuk segera kembali ke tempat asalku yang tadi. Aku berpura-pura memandangi layar monitor laptopku, namun otak bersihku masih belum sepenuhnya sadar. Aku berpura-pura membuka berita-berita di Internet.

Tidak sampai 5 menit sejak kran shower dimatikan, mama muncul dari kamar mandi. Aku berpura-pura sibuk.

Bau wangi yang tidak asing lagi semakin lama semakin mendekat. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara dibelakang.

“Papa online ngga?” tanya mama.

Alamak … aku kaget sekali dan hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat di sampingku. Mama tiba-tiba bertekuk lutut di sampingku sambil melihat layar monitor laptopku dengan tubuhnya yang setengah basah hanya terbungkus handuk sambil memegang baju kotornya. Aku sampai sempat melongo dengan tingkah mama malam itu. Selama ini belum pernah aku melihat kondisi mama yang seperti ini sewaktu aku masih di Indonesia. Bisa dikatakan kondisi mama saat itu setengah terlanjang. Bahu dan dada atasnya yang putih mulus tampak terlihat dengan jelas.

Aku berpura-pura cool atau bisa dikatakan sok cool. Seperti cuek aja dengan kelakuan mama malam itu.

“Nup, papa ngga online.” jawabku santai.
“Ehmmm … apa belum pulang papa dari kantor?” tanya mama heran.
“Coba aja mama sms papa.” jawabku lagi.
“Iya dah gampang. Mama mau coba packing oleh-oleh lagi deh.” serunya sambil meninggalkan ruang tamu, kemudian menuju kamar.

Aku memutuskan bahwa asumsiku tidaklah salah. Ini pasti ada unsur kesengajaan mama. Aku semakin penasaran saja apa sebenarnya rencana dia.

Otakku semakin berperang, batinku tidak tenang. Positive dan negative tidaklah lagi seimbang. Otakku semakin menjurus ke negative thinking.

Satu jam kemudian, suasana di dalam rumah menjadi hening. Aku tidak mendengar suara gaduh dari kamar tidurku. Yang aku dengar hanya kipas angin laptopku saja. Kulihat jam sudah lewat pukul 12 malam. Aku berjalan pelan-pelan menuju ke kamar, kulihat mama sudah tidur di atas ranjang dengan lampu yang masih menyala.

Aku mematikan laptopku, kemudian sikat gigi, bersiap-siap untuk tidur pula. Besok adalah hari yang panjang lagi. Banyak kegiatan dan aktifitas yang ingin aku lakukan dengannya. Kumatikan lampu kamar tidur, dan kemudian naik ke ranjang dan cepat-cepat menutup selimut.

Aku susah sekali untuk tidur, sudah 15 menit aku membolak-balikkan badanku, mencari posisi yang enak untuk tidur. Otakku yang sebelumnya berpikiran jorok, sekarang menjadi nakal. Entah ada dorongan dari mana, tiba-tiba aku ingin sekali menjahili mama malam itu.

Kucoba memepetkan tubuhku dengan tubuhnya dibalik selimut. Posisi tidur mama sedang terlentang. Perlahan-lahan tangan kananku mendarat ke paha kirinya. Aku diam sejenak seperti patung. Setelah mengatur nafasku, aku mencoba mengelus-elus paha kirinya dengan lembut. Aku kembali teringat kata-kata mama apabila pahanya dielus-elus memberikan kesan yang berbeda enaknya. Aku menjadi penasaran dan ingin tahu perasaan berbeda yang seperti apakah yang dimaksud mama pagi itu.

Setelah lama aku elus-elus paha kirinya, tidak ada reaksi yang berarti darinya. Kucoba naik sedikit mendekati pangkal pahanya. Untung saja malam itu mama mengenakan celana boxer yang sama seperti kemarin malam. Jadi mengelus-elus daerah paha atasnya atau daerah pangkal pahanya tidaklah sulit. Hanya beberapa menit saja, aku merasakan ada reaksi dari tubuh mama. Kedua kakinya mulai sedikit bergerak-gerak. Seperti menahan geli yang nikmat.

Aku semakin berani dan mulai sedikit kurang ajar. Seakan-akan berasumsi bahwa ini adalah lampu hijau, aku semakin nekat saja jadinya. Mr junior kembali menjadi tegak. Nafasku menjadi terputus-putus. Telapak tanganku berusaha mencapai pangkal paha kirinya, dan setelah merasa sudah mentok di sana, kujulurkan jari tengahku untuk menyelinap di balik celana dalam mama.

Ketika sampai pada mulut kemaluannya atau mulut vaginanya, aku merasakan jelas bulu pubis atau istilahnya jembut mama sudah basah, dan hanya dengan hitungan detik tiba-tiba … “Plakkk” … sakit sekali.

“TIMMY … kamu kok kurang ajar sekali ama mama.” bentak mama setelah menampar pipiku.
“Kamu ini belajar dari mana sampai kurang ajar seperti ini.” bentaknya lagi.

Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak bisa melihat wajah mama yang sedang marah karena suasana kamar telah gelap. Aku takut bercampur malu. Tapi rasa takutku lebih banyak daripada rasa maluku.

“Timmy … jawab pertanyaan mama. Kamu kok bisa kurang ajar ama mama.” desak mamaku.

Aku mati kutu, benar-benar tidak tau harus menjawab apa. Karena memang tidak ada yang mengajariku untuk berbuat kurang ajar seperti itu. Ingin menceritakan kepadanya bahwa aku sering melihatnya ‘bermesraan’ dengan papa, kayaknya sudah tidak mungkin. Karena mungkin itu akan membuatnya semakin marah dan malu. Aku menjadi pasrah saja dengan keadaan.

“Anu … anu … Timmy ngga tau mama.” jawabku pasrah.
“Kalo ngga tau kenapa kamu kurang ajar sekali dan nekat gitu.” tegas mama.

Aku menyesal sekali karena asumsiku ternyata salah total.

Akhirnya aku memilih untuk menyerah dan menceritakan apa yang sedang aku alami sewaktu masih di Indo, dan kelainan aneh yang aku alami dari pertama sampai akhir. Mama mendengarkan dengan seksama dan menderung untuk mendengarkan. Aku bercerita tentang diriku yang aneh dan kejadian-kejadian aneh yang aku alami ini dari A sampai Z cukup lama. Aku menafsir kira-kira 2 jam lamanya aku menceritakan semua isi hatiku ini kepadanya.

Yang mengherankan, justru setelah aku menceritakan semuanya ini, beban perasaan yang aku simpan bertahun-tahun ini langsung lenyap. Meskipun aku tahu bahwa yang mendengarkan ceritaku ini adalah mamaku sendiri.

Setelah ceritaku berakhir, mama hanya diam saja. Tidak ada omelan, ocehan, atau bentakan darinya lagi. Tingkah mama seolah-olah mengerti, memaklumi, dan seolah-olah seperti menemukan jawaban yang dia nanti-nantikan.

Mama kembali merebahkan tubuhnya kembali di atas ranjang sambil membelakangiku. Suasana kembali hening. Aku juga ikut berbaring di atas ranjang. Mataku masih belum terpejam, dan sedang merawang-rawan di atas langit-langit kamar yang gelap. Aku menghela nafas panjang. Kecewa, malu, lega, dan takut menjadi satu.

Kondisi mama pun juga sama, dia juga tidak bisa tidur. Meskipun dia sedang membelakangiku, namun tubuhnya tidak pernah diam. Seperti mau begini tidak enak, mau begitu tidak enak. Aku tidak tau apa yang sedang mama pikirkan, dan aku juga tidak berani bertanya macam-macam lagi. Aku memilih untuk diam dulu.

Tiba-tiba mama membalikkan badannya, dan tanpa aku duga tiba-tiba tangan kanan menyelinap di bawah celana tidurku dan langsung menggenggam penisku yang masih loyo dengan gampang dan cepatnya. Perlu diketahui bahwa aku sampai sekarang ini tidak pernah memakai celana dalam sewaktu tidur, karena alasan kenyamanan saja bila melepas celana dalam waktu tidur. Terang saja tidak sulit baginya untuk menemukan posisiku penisku di balik celana tidurku.

Terus terang aku kaget setengah mampus dengan gelagat mama malam itu. Aku tidak pernah menyangka sama sekali apa yang sedang dia lakukan sekarang. Dengan cepatnya dia menggenggam penisku.

“Mama … ” seruku kaget setengah protes.
“Sssttt … Timmy tenang aja. Anggap ini bonus.” bisik mama. Aku kembali diam, dan membiarkan apa rencana yang akan mama buat malam itu.

Penisku perlahan-lahan mulai mengeras, karena ternyata mama mengganti genggamannya dengan kocokan-kocokan lembut. Jantungku kembali berdegup kencang. Nikmat sekali kocokan-kocokan lembut dari tangannya. Sangat berbeda dengan kocokan tanganku sendiri sewaktu sedang ingin ber-onani.

“Ahhh … ” desahku. Tanpa bisa aku kontrol desahan ini tiba-tiba keluar dari mulutku.

Tak lama kemudian, mama menaruh air liur sedikit di telapak tangannya dan mengocok-kocok lagi penisku. Alamak … kali ini kocokan lebih nikmat dari yang tadi. Air liur mama membuat licin kocokan tangannya, membuatku semakin keenakan dibuatnya.

“Ahhh … ahhh …” desahku makin menjadi-jadi, penisku makin lama makin mengeras. Mama tidak berkomentar sama sekali, dan tetap saja dengan santainya mengocok-kocok penisku. Aku kemudian melepas total celana tidurku, agar memberikan keleluasaan dan ruang lebih lebar untuk memainkan irama kocokannya terhadap penisku.

Kira-kira lebih dari 10 menit, mama sibuk mengocok-kocok penisku, tetapi aku belum menunjukkan tanda-tanda ingin berejakulasi. Nafas mama terdengar sedikit capek.

Tanpa berpikir panjang lagi, aku menampik tangan mama dari penisku dan aku bangkit menimpa tubuh mama.

“Timmy … mau apa kamu?” tanya mama heran.
“Pengen cobain ma.” jawabku singkat.
“Timmyyy … ini mama … mana bisa begitu. Ini ngga boleh. Tabu kan?!” protes mama.
“Tapi Timmy pengen banget ma.” jawabku lagi sambil berusaha menarik lepas celana boxer mama. Yang membuatku semakin berani, mama tidak berusaha menahan ulahku itu. Setelah aku tarik celana boxernya, tanpa pikir panjang lagi aku tarik pula celana dalamnya dengan secepat mungkin.

Kini mama sudah terlanjang bawah, dan aku pun juga terlanjang bawah. Kemudian kulebarkan selangkangannya agar aku bisa memasukkan penisku ke dalam memek mama. Tiba-tiba kedua tangan mama menutup lubang memeknya.

“Pijitin mama dulu dong?!” minta mama. Mendengar itu aku menjadi sedikit kecewa, meskipun sebenarnya mama telah memberikan lampu hijau kepadaku.

Tanpa banyak bicara, mama membalikkan badannya ke posisi telungkup, pertanda ingin dipijit dahulu. Akhirnya aku mengalah dan berusaha untuk bersabar dulu.

Kupijit leher belakangnya, kemudian turun menuju punggung atas dan turun lagi ke punggu bawah berirama. Aku duduk di atas pantat mama dengan penisku masih saja tegang. Sambil memijitnya, aku juga berupaya menggesek-gesek penisku di celah-celah pantat mama. Memberikan sensasi yang nikmat bagiku. Dan ternyata mama sangat menyukai pijitanku.

“Hmmm …” dengung mama pertanda dia sangat menikmati pijitanku ini.

Tak lama kemudian dia bangkit dari posisinya yang telungkup tadi. Aku mengira dia mau menyuruhku mengakhiri pijitannya. Tapi diluar dugaan, dia melepas baju tidurnya bersama BH-nya tanpa berucap satu kata pun. Aku dapat melihat tubuh bugilnya di balik remang-remang. Sungguh indah tubuh mamaku ini, kataku dalam hati.

Mama akhirnya kembali lagi dengan posisi telungkupnya, berharap untuk kembali dipijit lagi. Seperti kerbau dicucuk hidungnya, aku kembali ke pekerjaanku semula.

Kupijit lagi leher belakangnya, kemudian turun menuju punggung atas dan turun lagi ke punggu bawah berirama. Aku juga masih terus menggesek-gesekkan penisku di celah-celah pantat mama. Kudengar lagi dengungan nikmat darinya.

Aku sekarang menjadi berani. Kucoba mengarahkan ujung penisku di celah dalam pantatnya, berharap aku bisa menemukan bibir memeknya. Mama tidak protes dengan tingkahku itu, dan masih tetap diam. Sambil tetap memijit-mijit punggungnya, aku mencoba mendorong-dorong pinggulku, berharap ujung penisku mampu menembus masuk ke bibir memeknya.

Usahaku ini ternyata tidak terlalu sulit. Karena ternyata bibir memek mama telah menyambut kedatangan penisku dengan kondisinya yang telah basah dan lembab. Aku berhasil menancapkan penisku sedalam 2 centi ke dalam liang memeknya.

“Ahhh … Timmy … kok dimasukkin?” tanya mama pura-pura protes. Aku memilih untuk berpura-pura tidak mendengarnya, dan melanjutkan misiku lagi. Kali ini aku dorong batang penisku dengan paksa, agar terbenam semuanya di dalam memek mama.

“Ohhh …” guman mama.

Memek mama terasa basah sekali, lembab, dan licin. Kini aku menghentikan pijitanku, dan kedua telapak tanganku aku gunakan untuk menjadi tumpuan tubuhku agar tidak menindih tubuh mama. Dengan posisinya yang masih telungkup, aku setubuhi mamaku.

“Ceplak … ceplak …” bunyi seperti tamparan datang dari pantat mama karena aku menyetubuhinya dari belakang dengan posisinya yang masih telungkup.

“Timmmyyy … ahh … ahh … geli sayang …” desahan mama pun makin lama makin menjadi-jadi.

Kukocok terus liang memek mama non-stop. Mama seperti cacing kepanasan, dia remas semua yang ada disekitarnya. Korban yang paling kasihan adalah si bantal, karena dengan posisinya yang telungkup, mama secara praktis nyaris tidak mampu bergerak lebih banyak, sepertinya pasrah menerima hantaman-hantaman nikmat dari batang penisku di dalam liang memeknya.

Remasan tangannya terhadap si bantal semakin menguat, dan tiba-tiba tubuh mama mengejang. Sesaat kemudian dia menutup mukanya dengan bantal sambil mengerang keras.

“Errghhhhhh …” erang mama di balik bantal dengan kerasnya. Mama berusaha meredam erangannya dibalik bantal. Aku menghentikan goyangan pinggulku karena tubuh mama dalam kondisi yang menegang dari biasanya, dan memberikan waktu untuknya mengerang sepuas-puasnya.

“Huh … huh … huh …” nafas mama mulai tidak beraturan seperti baru saja berlari sejauh 2 km tanpa berhenti.

Setelah nafasnya mulai terlihat sedikit stabil, mama membalikkan tubuhnya menjadi terlentang.

“Timmy … kamu bener-bener anak mama yang paling nakal. Pertama berani kurang ajar ama mama, sekarang berani-beraninya gituin mama.” kata mama sambil melebarkan selangkangannya, membuka pintu agar penisku bisa masuk kembali. Mendengar ucapan mama ini, aku tersenyum di dalam keremangan kamar. Kini kamarku penuh dengan hawa nafsu birahi milikku dan mama. Aku sempat berpikir betapa nikmatnya melakukan perbuatan tabu ini bersama mamaku sendiri.

Aku melepaskan baju tidurku yang masih melekat di tubuhku dan kemudian tanpa basa-basi lagi, aku kembali menembak masuk batang penisku ke dalam memek mama lagi.

“Slep …” bunyi penis memasuki liang memek yang sedang pada posisi basah 100%.

Kembali aku menyetubuhi mamaku lagi dengan posisi tubuhnya yang terlentang dengan membuka selangkangannya selebar-lebarnya.

“Ahhh … ahhh … sayang … ” desah mama penuh nafsu. Setiap kata desahan yang keluar dari mulutnya seperti memberikan aliran listrik yang mengalir di tubuhku. Memberikan dentuman-dentuman nikmat disekujur tubuhku.

Tiba-tiba tubuhku sedikit bergejolak dan penisku seakan-akan mengembang sedikit. Inilah pertanda bahwa permainan tabu ini akan segera berakhir. Aku semakin mempercepat goyanganku dan gesekan penisku semakin aku percepat. Kelicinan liang memek mama sangat membantu proses percepatan gesekan dari penisku, dan memberikan sensasi yang makin lama semakin nikmat.

“Timmy sayang … kamu mau datang yah?” tanya mama.
“Iya … mama kok bisa tau?” tanyaku heran.
“Timmy … ini mamamu … mama tau segalanya tentang anaknya … ” jawab mama sambil terus mendesah.
“Ehm … ” responku.

Aku sudah akan mencapai klimaks. Aku tau ini tidak akan lama lagi.

“Timmy boleh keluar di dalam?” tanyaku.
“Di mana pun yang kamu mau sayang … ” jawab mama mesra.

Aku menjadi semakin gila rasanya. Kecepatan gesekan penisku semakin aku tambah. Suara desahan mama pun semakin membabi buta dan tidak terkontrol lagi. Tubuhnya kini kembali menegang seperti sebelumnya.

“Timmy … mama mau dapet sayang … ahhh ahhh” kata mama yang semakin kacau.

Aku merasa telah mencapai 80% mendekati klimaks, dan aku merasa pula sepertinya sebentar lagi mama akan meletup sebelum aku mencari klimaks.

“Ahhh … ahhh … Timmy … udah mauu keluarrrr belonnn?” tanya mama seperti cacing kepanasan.
“Ntar … ntar lagi …” jawabku dengan nafasku yang mulai terputus-putus.

Baru saja aku selesai bicara, tiba-tiba kedua tangan mama mendarat di dadaku dan kedua ibu jarinya mengosok lembut puting susuku.

Ulah mama ini memberikan kejutan mendadak terhadap tubuhku. Rasa geli dan nikmat yang luar biasa sewaktu puting susuku digosok-gosok lembut oleh kedua ibu jarinya, membuatku menjadi kalap dan tidak terkontrol. Seakan-akan dia tau kelemahanku yang mana aku tidak pernah menyadari sejak dulu. Di mana yang tadi masih 80% menuju ejakulasi tiba-tiba meluncur dasyat menjadi 100% akibat ulah mama ini. Aku tidak lagi mampu menahan kedasyatan senjata rahasianya yang baru saja mama keluarkan. Aku hentikan gesekan penisku dan menekan sepenuhnya batang penisku ke dalam liang memeknya tanpa ada sisa 1 milimeter pun.

“Ahhh … Timmy keluarrrr … ahhh ahhh … ” jeritku tak terkontrol lagi sambil memuntahkan semua air maniku di dalam liang memek mama tanpa ampun sambil memeluk tubuh mamaku.

Mama pun juga ikut mengerang, dan lebih dasyat dari yang pertama. Kedua kakinya mengapit pantatku dan menekannya dengan sekuat tenaga seperti berharap agar semua batang penisku tertanam dalam dalam dan memuntahkan semua isinya di dalam liang memeknya.

Setelah erangan kami mulai mereda, kami berdua masih bernafas dengan ngos-ngosan. Seperti baru saja lari maraton jarak jauh.

Dengan nafas yang masih terputus-putus, aku bertanya kepadanya bahwa senjata rahasia yang dia gunakan sebelumnya mampu menaklukkanku dalam sekejab. Dia mengatakan bahwa daerah itu adalah titik kelemahan papa dan dia sebenarnya tidak menyangka apabila daerah itu adalah titik kelemahanku juga. Like father like son begitulah candanya.

Tubuh kami masih saling berpelukan, dan batang penisku masih menancap di dalam memek mama. Aku masih belum ingin menariknya, karena aku suka kehangatan liang memeknya yang kini penuh dengan air maniku sendiri. Aku menghabiskan sisa-sisa waktu yang ada dengan banyak bertanya.

Aku pun bertanya apakah ngga apa-apa aku keluar atau kata lain ejakulasi di dalam memeknya. Mama mengatakan tidak ada masalah, karena dia sudah memakai sistem kontrasepsi rutin.

Aku juga meminta maaf kepadanya karena aku khilaf dan tidak mampu menahan kekuatan nafsu birahiku terhadapnya. Namun mama mengatakan tidak pernah dipikirkan lagi, karena dia mengerti kalo aku sedang menuju masa puber. Tapi dia sempat bercanda dengan mengatakan kepadaku bukan karena alasan puberitas yang harus disalahkan sehingga harus menyetubuhi mamanya sendiri. Aku sedikit malu mendengar pernyataan ini. Mama memintaku berjanji untuk tidak mengulangi perbuataan tabu ini.

Namun dalam singkat cerita saja, selama mama menghabiskan liburannya di sini, aku selalu saja memiliki akal yang mampu mendorong hatinya untuk aku setubuhi lagi. Aku kurang lebih sudah mengerti apa yang bisa membuatnya terasangsan atau horny. Aku sering menawarkan diri untuk memijitnya setiap malam dan bangun tidur, dan tawaran ini tidak pernah ditolak olehnya. Strategy yang aku gunakan selalu sama saja, dan sering berhasil dengan ampuh.

Pernah sekali di suatu malam, sewaktu mama merasa letih dan tidak berminat melayaniku, dimana aku sangat bandel dan berkesan memaksa, akhirnya mama pun menyerah dan pasrah melayani nafsu birahiku karena tidak tega melihatku memohon-mohon padanya untuk dipuasi. Di saat itu juga dia langsung menyerang daerah paling sensitif dan daerah kelemahanku, hanya sekitar kurang dari 2 menit aku sudah mencapai ejakulasiku.

Selama 3 minggu liburan mama di sini mirip seperti sedang berbulan madu. Semuanya serba bersama dengannya. Jalan-jalan bersama, liburan ke Sydney dan Melbourne bersama, mandi bersama, tidur bersama, dan bersama-sama melampiaskan nafsu birahi masing-masing.

Saat ini sudah 3 bulan berlalu semenjak mama kembali ke Jakarta. Aku sudah tidak sabar menunggu libur kuliah. Aku menjadi kecanduan dengan apa yang dinamakan hubungan suami-istri. Namun aku hanya ingin melakukannya dengan mamaku sendiri. Mungkin di Jakarta nanti, tidak terlalu susah bagiku untuk meminta jatah lagi darinya, karena tidak ada yang akan menaruh rasa curiga terhadap kami, karena kami adalah ibu dan anak.

Segini dulu cerita dariku. Aku tidak akan tersinggung bila para pembaca cerita panas di sini menganggap aku aneh atau sakit mental, karena kelainan yang aku alami ini bukan karena unsur kesengajaan. Tapi aku yakin di luar sana banyak individu-individu yang memiliki kelainan yang sama denganku.